Rabu, 31 Juli 2013

KEUTAMAAN LAPAR DAN SEDERHANA DALAM HIDUP (30)

Jabir r.a. berkata : Pada waktu kami sedang menggali parit Khondaq, tiba-tiba ada tanah yang keras tidak dapat dipecahkan dengan kapak, sehingga kami datang memberitahukan kepada Nabi s.a.w. : Ada tanah keras tidak dapat kami pecahkan dengan kapak kami. Rasulullah s.a.w. bersabda : Saya sendiri akan turun, kemudian ia bangun dan mengganjal perutnya dengan batu, karena tiga hari tidak makan, kemudian Nabi s.a.w. memegang linggis dan memukul tanah itu, mendadak seketika itu juga hancur bagaikan debu yang dihamburkan. Kemudian saya minta izin : Ya Rasulullah, izinkan saya pulang ke rumah. Dan sesampainya di rumah saya berkata kepada isteriku : Saya melihat Rasulullah s.a.w. sangat lapar dan tidak dapat ditahan, apakah kau mempunyai sesuatu? Jawabnya : Ada tepung gandum sedikit dan seekor kambing. Maka segera saya sembelih kambing dan sya’ir itu pun segera dimasak sesudah ditumbuk, kemudian saya letakkan daging dalam kuali besar, kemudian saya datang kepada Nabi s.a.w. memberitahu : Ya Rasulullah, di rumah kami ada sedikit makanan, silahkan datang dengan satu dua orang saja. Nabi bertanya : Berapa banyak? Maka saya beritahukan adanya makanan itu. Bersabda Nabi : Baik, itu cukup banyak. Katakan kepada isterimu : Jangan dibuka panci daging itu, dan jangan diturunkan adonan roti dari panpanan apinya, hingga saya datang. Maka Nabi bersabda : Marilah sekalian. Nabi memanggil para sahabat : Mari kamu sekalian. Maka bangunlah Muhajirin dan Anshor. Dan ketika saya telah kembali kepada isteriku, saya beritahu : Cilaka kau, Nabi telah membawa semua sahabat Muhajirin dan Anshor. Isteriku bertanya : Apakah ia sudah bertanya kepadamu tentang banyaknya makanan kami? Jawabku : Ya. Maka Nabi mulai mempersilahkan orang-orang. Masuklah kamu dan jangan berdesakan, maka Nabi mulai memotong roti dan menyendok daging dari kuali, kemudian menutupnya kembali dan menghidangkannya kepada para sahabatnya. Kemudian kembali memotong dan menyendok dari kuali itu hingga kenyang semua yang hadir, dan masih ada sisa. Kemudian Nabi bersabda : Makanlah itu, dan bagi-bagikan kepada orang-orang karena kini musim pacekilk dan banyak orang kelaparan. (HR. Buchary dan Muslim).

Dalam lain riwayat : Jabir r.a. berkata : Pada waktu kami menggali parit Khondaq, saya melihat Nabi s.a.w. sedang kelaparan. Maka segera saya pulang kepada isteriku dan berkata : Saya lihat Rasulullah s.a.w. dalam keadaan lapar. Maka segera isteriku mengeluarkan segantang gandum, dan saya sembelih kambing kami. Kemudian saya tumbuk gandum itu, dan sesudah saya potong-potong kambing itu saya masukkan ke dalam kuali besar, dan segera saya akan kembali kepada Rasulullah s.a.w. maka berkatalah istriku : Janganlah kamu menjelaskan halku kepada Rasulullah bersama pengiring-pengiringnya. Maka saya segera datang pada Rasulullah, dan berbisik : Ya Rasulullah saya telah menyembelih kambing kecil dan memasak satu sho’ sya’ir, silahkan datang dengan berapa orang saja. Tiba-tiba Rasulullah berseru : Hai ahli Khondaq, Jabir membuat selamatan, maka marilah kamu sekalian. Dan Nabi berpesan kepada saya : Jangan kamu turunkan kualimu, dan jangan dipotong roti hingga saya datang. Maka saya kembali lebih dahulu memberitahu kepada isteriku. Berkata isteriku : Salahmu sendiri tidak menurut pada saya. Jawabku : Saya sudah membisikkan kepada Nabi s.a.w. Kemudian Nabi datang, diikuti oleh para sahabatnya, dan oleh isteriku dihidangkan masakan rotinya, maka Rasulullah meniup roti itu untuk memberkahinya, kemudian pergi ke tempat kuali juga meludahinya sedikit dan berdo’a supaya barakah. Kemudian Nabi bersabda : Panggillah seorang membuat roti bersama kau dan menyendok dari kuali, tetapi jangan diturunkan dari dapur. Dan ketika itu mereka ada seribu orang. Jabir berkata : Saya berani bersumpah : Demi Allah mereka semua kenyang makan, hingga meninggalkan tempat kami. Dan kuali kami masih terdengar suara masakan di dalamnya sebagaimana semula sebelum disendok, demikian pula adonan kami masih banyak dapat dibuat roti.
--------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 434-438.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar