Jumat, 17 Mei 2013

MUHAMMAD MINTA PENDAPAT USAMA DAN ALI

Tetapi keadaan Muhammad sebenarnya tidak lebih enak dari Aisyah. Ia merasa tersiksa karena percakapan orang mengenai dirinya itu, sehingga akhirnya terpaksa ia meminta pendapat sahabat-sahabatnya yang terdekat; apa yang akan diperbuatnya. Ia pergi ke rumah Abu Bakar, Ali dan Usama bin Zaid dipanggilnya akan dimintai pendapat. Usama ternyata menolak samasekali segala tuduhan yang dilemparkan orang kepada Aisyah itu. Itu bohong dan tidak punya dasar. Sebagaimana Nabi mengenainya, orang lain pun juga mengenal dia sebagai seorang wanita yang sangat baik. Sebaliknva Ali. Ia berkata : “Rasulullah, wanita yang lain banyak.” Lalu sarannya supaya menanyai bujang pembantu Aisyah, kalaukalau ia dapat dipercaya. Pembantu rumah itu pun dipanggil. Ali berdiri menghampirinya, lalu memukulnya yang cukup membuat bujang itu merasa kesakitan seraya berkata Katakanlah yang sebenarnya kepada Rasulullah!”
“Demi Allah yang saya ketahui dia adalah baik”, jawab pembantu rumah itu. Segala tuduhan jahat yang ditujukan kepada Aisyah dibantahnya.

MUHAMMAD MENEMUI AISYAH
Akhirnya tak ada jalan lain Muhammad harus menemui sendiri istrinya dan dimintanya supaya mengaku. Ia masuk menemui Aisyah; di tempat itu ada ayahnya dan seorang wanita dari Anshar. Aisyah sedang menangis dan wanita itu juga turut pula menangis. Tiada terderita olehnya betapa dalamnya kesedihannya itu mencabik hati, tergetar ia setelah mengetahui bahwa oleh Muhammad ia dicurigai. Dicurigai oleh itu laki-laki yang sangat dicintainya, dipujanya, laki-laki yang sangat dipercayainya, tempat dia rela mati untuknya.
Melihat kedatangannya itu, disekanya air matanya, dan terdengar olehnya ketika ia berkata : “Aisyah, engkau sudah mengetahui apa yang menjadi pembicaraan orang. Hendaknya engkau takut kepada Allah jika engkau telah melakukan suatu kejahatan seperti apa yang dikatakan orang. Bertobatlah engkau kepada Allah, sebab Allah akan menerima segala tobat yang datang dari hamba-Nya.”
Selesai kata-kata itu diucapkan. Aisyah merasa darahnya sudah mendidih. Air matanya jadi kering. Ia menoleh ke arah ibunya dan ke arah ayahnya. Ia menunggu bagaimana mereka akan menjawab. Tetapi ternyata mereka diam, tiada sepatah kata pun yang keluar dari mereka. Hati Aisyah makin panas, seraya katanya : “Kenapa kalian tidak menjawab?”
“Sungguh kami tidak tahu bagaimana harus kami jawab”, jawab mereka.
Lalu mereka berdua kembali terdiam lagi. Ketika itulah ia tik dapat menahan diri. Ia menangis lagi tersedu-sedu. Air matanya itu telah dapat meredakan api amarah yang menyala-nyala seolah hendak membakar jantungnya. Sambil menangis itu kemudian ia bicara. ditujukan kepada Nabi :
“Demi Allah, samasekali saya tidak akan bertobat kepada Tuhan seperti yang kausebutkan itu. Saya tahu, kalau saya mengiakan apa yang dikatakan orang itu, sedang Tuhan mengetahui bahwa saya tidak berdosa, berarti saya mengatakan sesuatu yang tak ada. Tetapi kalaupun saya bantah , kalian takkan percaya.” Ia diam sebentar. Kemudian sambungnya lagi “Saya hanya dapat berkata seperti apa yang dikatakan oleh Yusuf : ‘Maka sabar itulah yang baik, dan hanya Allah tempat meminta pertolongan atas segala yang kamu ceritakan itu!”.
Sejenak jadi sunyi , setelah terjadi pergolakan itu. Orang tidak tahu pasti sampai berapa lama hal itu berjalan. Akan tetapi begitu Muhammad hendak meninggalkan tempat itu tiba-tiba, Ia terlelap oleh kedatangan wahyu, seperti biasanya. Pakaiannya segera diselimutkan kepadanya dan sebuah bantal dari kulit diletakkan di bawah kepalanya.
Dalam hal ini Aisyah berkata : “Saya sendiri samasekali tidak merasa takut dan tidak peduli setelah melihat kejadian ini. Saya sudah mengetahui, bahwa saya tidak berdosa dan Allah tidak akan berlaku tidak adil terhadap diri saya. Sebaliknya orang tua saya. setelah Rasulullah s.a.w. terjaga, saya kira nyawa mereka akan terbang karena ketakutan, kalau-kalau wahyu dari Allah akan memperkuat apa yang dikatakan orang.”
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 383-384.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar