Kamis, 30 Mei 2013

DUA PERKEMAHAN BERTEMU

Sebaliknya Muhammad ia meneruskan perjalanannya. Sesampainya di ‘Usfan (sebuah desa terletak antara Mekah dan Medinah, sekitar 60 km dari Mekah) ia bertemu dengan seseorang dari suku Banu Ka’b. Nabi menanyakan kalau-kalau orang itu mengetahui berita-berita sekitar Quraisy.
“Mereka sudah mendengar tentang perjalanan tuan ini”, jawabnya.
“Lalu mereka berangkat dengan mengenakan pakaian kulit harimau. Mereka berhenti di Dhu Tuwa dan sudah bersumpah bahwa tempat itu samasekali tidak boleh tuan masuki. Sekarang Khalid bin’l-Walid dengan pasukan berkudanya sudah maju terus ke Kira’l-Ghamim. (sebuah wadi di depan ‘Usfan, sekitar 8 mil (+ 13km))”
“O, kasihan Quraisy!” kata Muhammad. “Mereka sudah lumpuh karena peperangan. Apa salahnya kalau mereka membiarkan saja dengan orang-orang Arab yang lain itu. Kalaupun mereka sampai membinasakan saya, itulah yang mereka harapkan, dan kalau Tuhan memberi kemenangan kepada saya, mereka akan masuk Islam secara beramai-ramai. Tetapi jika itu pun belum mereka lakukan, mereka pasti akan berperang, sebab mereka mempunyai kekuatan. Quraisy mengira apa. Saya akan terus berjuang, demi Allah, atas dasar yang diutuskan Allah kepada saya sampai nanti Allah memberikan kemenangan atau sampai leher ini putus terpenggal.”
Kemudian ia berpikir, apa gerangan yang akan diperbuatnya. Keberangkatannya dari Medinah bukan akan berperang. Ia mau memasuki Tanah Suci hanya hendak berziarah ke Baitullah, ia hendak menunaikan kewajiban kepada Tuhan. Ia tidak mengadakan persiapan perang. Boleh jadi juga kalaupun dia berperang dan dikalahkan, hal ini akan dijadikan kebanggaan oleh Quraisy. Atau barangkali Khalid dan Ikrima itu disuruh dengan tujuan sengaja hendak mencapai maksud itu, setelah diketahui bahwa ia berangkat bukan dengan maksud hendak berperang?

MUHAMMAD MEMELIHARA PERDAMAIAN
Sementara Muhammad sedang berpikir-pikir itu pasukan Quraisy sudah tampak sejauh mata memandang. Tampaknya sudah tak ada jalan lagi buat Muslimin akan dapat mencapai tujuan, kecuali jika mau menerobos barisan itu. Dan jika pun terjadi pertempuran pihak Quraisy akan mempertahankan kehormatan dan tanah airnya. Suatu pertempuran yang memang tidak diingini oleh Muhammad. Akan tetapi Quraisy hendak memaksanya juga supaya ia bertempur dan supaya melibatkan diri ke dalam peperangan.
Sungguhpun begitu pihak Muslimin pun tidak kurang pula semangat pertahanannya. Adakalanya dengan pedang terhunus saja sudah cukup buat mereka menangkis serangan musuh. Tetapi dengan demikian tujuannya jadi hilang, dan akan dipakai alasan oleh Quraisy di kalangan orang-orang Arab yang lain. Pandangannva lebih jauh dari itu, siasatnya lebih dalam dan lebih matang …… Jadi, dia menyerukan kepada orang banyak itu sambil katanya :
“Siapa yang dapat membawa kita ke jalan lain daripada tempat mereka sekarang berada?”
Dengan demikian ia masih berpegang pada pendapatnya hendak menempuh saluran damai yang sudah digariskannya sejak ia berangkat dari Medinah dan berniat hendak pergi menunaikan ibadah haji ke Mekah.
Dalam pada itu kemudian ada seorang laki-laki yang bersedia membawa mereka ke tempat lain dengan melalui jalan berliku-liku antara batu-batu karang yang curam yang sangat sulit dilalui. Kaum Muslimin merasa sangat letih menempuh jalan itu. Tetapi akhirnya mereka sampai juga ke sebuah jalan datar pada ujung wadi. Jalan ini mereka tempuh melalui sebelah kanan yang akhirnya keluar di Thaniat’l-Murar, jalan menurun ke Hudaibiya di sebelah bawah kota Mekah.
Setelah pasukan Quraisy melihat apa yang dilakukan Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu, mereka pun cepat-cepat memacu kudanya kembali ke tempat semula dengan maksud hendak mempertahankan Mekah bila diserbu oleh pihak Muslimin.
Bila kaum Muslimin sampai di Hudaibiya, Al-Qashwa (unta kepunyaan Nabi) berlutut. Kaum Muslimin menduga ia sudah terlalu lelah. Tetapi Rasulullah berkata : “Tidak. Ia (unta itu) ditahan oleh yang menahan gajah dulu dari Mekah. Setiap ada ajakan dari Quraisy dengan tujuan mengadakan hubungan kekeluargaan, tentu saya sambut.”
Kemudian dimintanya orang-orang itu supaya turun dari kendaraan. Tetapi mereka berkata : “Rasulullah, kalaupun kita turun, di lembah ini tak ada air.”
Mendengar itu ia mengeluarkan sebuah anak panah dari tabungnya lalu diberikannya kepada seseorang supaya dibawa turun ke dalam salah sebuah sumur yang banyak tersebar di tempat itu. Bila anak panah itu ditancapkan ke dalam pasir pada dasar sumur ketika itu air pun memancar. Orang baru merasa puas dan mereka pun turun.
Mereka turun dari kendaraan. Akan tetapi pihak Quraisy di Mekah selalu mengintai. Lebih baik mereka mati daripada membiarkan Muhammad memasuki wilayah mereka — dengan cara kekerasan sekalipun. Adakah agaknya mereka sudah mengadakan persiapan dan perlengkapan perang guna menghadapi Quraisy, kemudian Tuhan yang akan menentukan nasib mereka masing-masing dan Tuhan juga yang akan memutuskan persoalannya jika sudah mesti terjadi?!
Ke arah inilah mereka sebagian berpikir dan pada kemungkinan ini pula pihak Quraisy itu berpikir. Sekiranya hal ini memang terjadi dan yang mendapat kemenangan pihak Muslimin, tentu tamatlah riwayat Quraisy itu di mata orang, untuk selama-lamanya. Posisi Quraisy jadi terancam kalau begitu. Jabatan menjaga Ka’bah dan mengurus air para pengunjung dan segala macam upacara keagamaan yang dibanggakan kepada masyarakat Arab itu, akan hilang dari tangan mereka. Jadi apa yang harus mereka lakukan kalau begitu? Kedua kelompok itu masing-masing sekarang sedang memikirkan langkah berikutnya. Adapun Muhammad sendiri ia tetap berpegang pada langkah yang sudah digariskannya sejak semula, mengadakan persiapan untuk umroh, yaitu suatu langkah perdamaian dan menghindari adanya pertempuran : kecuali jika pihak Quraisy menyerangnya atau mengkhianatinya tak ada jalan lain ia pun harus menghunus pedang.
Sebaliknya Quraisy, mereka masih maju-mundur. Kemudian terpikir oleh mereka akan mengutus beberapa orang terkemuka dari kalangan mereka; dari satu segi untuk menjajagi kekuatannya dan dan segi lain untuk merintangi jangan sampai masuk Mekah. Dalam hal ini yang datang menemuinya ialah Budail bin Warqa’ dalam suatu rombongan yang terdiri dari suku Khuza’a. Oleh mereka ditanyakan, gerangan apa yang mendorongnya datang. Setelah dalam pembicaraan itu mereka merasa puas, bahwa ia datang bukan untuk berperang, melainkan hendak berziarah dan hendak memuliakan Rumah Suci, mereka pun pulang kembali kepada Quraisy. Mereka juga ingin meyakinkan Quraisy, supava orang itu dan sahabat-sahabatnya dibiarkan saja mengunjungi Rumah Suci. Akan tetapi mereka malah dituduh dan tidak diterima baik oleh Quraisy. Dikatakannya kepada mereka: Kalau kedatangannya tidak menghendaki perang, pasti ia takkan masuk kemari secara paksa dan kita pun takkan menjadi bahan pembicaraan orang.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 392-394.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar