Selasa, 09 April 2013

SUMAYYAH BINTI KHAYYAT

Dialah Sumayyah binti Khayyat, hamba sahaya dari Abu Hudzaifah bin Mughirah. Beliau dinikahi oleh Yasir seorang pendatang yang kemudian menetap di Makkah. Sehingga tak ada kabilah yang dapat membelanya, menolongnya dan mencegah kezhaliman atas dirinya, karena dia hidup sebatang kara, sehingga Posisinya sulit di bawah naungan aturan yang berlaku pada masa jahiliyah
Begitulah Yasir mendapatkan dirinya menyerahkan perlindungannya kepada Bani Makhzum. Beliau hidup dalam kekuasaan Abu Hudzaifah yang akhirnya dia dinikahkan dengan budak wanita bernama Sumayyah tokoh yang kita bicarakan ini, dan beliau hidup bersamanya, dan tenteram bersamanya. Tidak berselang lama dari pernikahannya lahirlah anak mereka berdua yang bernama Ammar dan Ubaidullah.
Tatkala Ammar hampir menjelang dewasa dan sempurna sebagai seorang laki-laki beliau mendengar agama baru yang didakwahkan oleh Muhammad bin Abdullah kepada beliau. Maka berfikirlah Ammar bin Yasir sebagaimana yang difikirkan oleh penduduk Makkah, sehingga kesungguhan beliau dalam berfikir dan lurusnya fitrah beliau, menggiringnya untuk memeluk dienul Islam
Ammar kembali ke rumah dan menemui kedua orang tuanya keadaan merasakan lezatnya iman yang telah terpatri dalam jiwanya. Beliau menceritakan kejadian yang beliau alami hingga pertemuannya dengan Rasulullah , kemudian menawarkan kepada keduanya untuk mengikuti dakwah yang baru tersebut. Ternyata Yasir dan Sumayyah menyahut dakwah yang penuh barakah tersebut dan bahkan mengumumkan keislamannya. Sehingga Sumayyah menjadi orang ketujuh yang masuk Islam.
Dan sinilah dimulainya sejarah yang agung bagi Sumayyah yang bertepatan dengan permulaan dakwah Islam dan sejak fajar terbit untuk yang pertama kalinya.
Bani Makhzum mengetahui akan hal itu, karena Ammar di keluarganya tidak memungkiri bahwa mereka telah masuk Islam bahkan mengumumkan keislamannya dengan kuat sehingga orang-rang kafir tidak menanggapinya melainkan dengan pertentangan dan permusuhan.
Bani Makhzum segera menangkap keluarga Yasir dan menyiksa mereka dengan bermacam-macam siksaan agar mereka keluar dari dien mereka, mereka memaksa dengan cara mengeluarkan mereka ke padang pasir takala keadannya sangat panas dan menyengat Mereka membuang Sumayyah ke sebuah tempat dan menaburinya dengan pasir yang sangat panas, kemudian meletakkan di atas dadanya sebongkah batu yang berat, akan tetapi tiada terdengar rintihan ataupun ratapan melainkan ucapan Ahad … Ahad ..., beliau ulang-ulang kata tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Yasir, Ammar dan Bilal.
Suatu ketika Rasulullah menyaksikan keluarga muslim tersebut yang tengah disiksa dengan kejam, maka beliau menengadah kan ke langit dan berseru : “Bersabarlah wahai keluarga Yasir karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah jannah. “
Sumayyah mendengar seruan Rasulullah s.a.w., maka beliau bertambah tegar dan optimis dengan kewibawaan imannya dia mengulang-ulang dengan berani, Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah dan aku bersaksi bahwa janjimu adalah benar.
Begitulah, Sumayyah telah merasakan lezat dan manisnya iman sehingga bagi beliau kematian adalah sesuatu yang remeh dalam rangka memperjuangkan akidahnya. Di hatinya telah di penuhi akan kebesaran Allah Azza wa Jalla, maka dia menganggap kecil setiap siksaan yang dilakukan oleh para thaghut yang zhalim, yang mana mereka tidak kuasa menggeser keimanan dan keyakinannya sekalipun hanya satu langkah semut.
Sementara Yasir telah mengambil keputusan sebagaimana yang dia lihat dan dia dengar dari istrinya, Sumayah pun telah mematrikan dalam dirinya untuk bersama-sama dengan suaminya meraih kesuksesan yang telah dijanjikan oleh Rasulullah s.a.w..
Tatkala para thaghut telah berputus asa mendengar ucapan yang senantiasa diulang-ulang oleh Sumayyah maka musuh Allah Abu Jahal melampiaskan keberangannya kepada Sumayyah dengan menusukkan sangkur yang berada dalam genggamannya kepada Sumayyah. Maka terbanglah nyawa beliau dari raganya yang beriman dan suci bersih. Dan beliau adalah wanita pertama yang syahid dalam Islam. Beliau gugur setelah memberikan contoh baik dan mulia bgi kita dalam hal keberanian dan keimanan, yang mana beliau telah mengerahkan segala apa yang beliau miliki, dan menganggap remeh kematian dalam rangka memperjuangkan imannya. Beliau telah mengorbankan nyawanya yang mahal dalam rangka meraih keridhaan Rabbnya. “Dan mendermakan jiwa adalah puncak tertinggi dari kedermawanan.”
-------------------------------------------------------
NISAA' HAULAR RASUL, Mahmud Mahdi Al Istanbuli dan Musthafa Abu An Nashr Asy Syalabi (Para Penulis), MENGENAL SHAHABIAH NABI S.A.W. (Edisi Indonesia), Abu Umar Abdullah Asy Syarif (Penterjemah), At-Tibyan Solo, halaman 169 – 171

Tidak ada komentar:

Posting Komentar