Senin, 22 April 2013

MUHAMMAD DAN REFORMASI SOSIAL

Dengan wahyu yang diterimanya Muhammad dapat menentukan, bahwa takkan ada perbaikan masyarakat tanpa ada kerjasama pria dan wanita, dalam arti saling bantu-membantu sebagai saudara yang penuh kasih-sayang. Hak dan kewajiban wanita sama, dengan cara yang sopan, hanya laki-laki mempunyai kelebihan atas mereka itu. Tetapi pelaksanaannya secara sekaligus tidak mudah. Betapapun tebalnya iman orang-orang Arab yang menjadi pengikutnya, namun mengajak dengan perlahan-lahan dan tanpa rnenyinggung perasaan, akan lebih mempertebal iman mereka serta memperbanyak pendukung. Demikian juga dalam setiap reformasi sosial, yang oleh Tuhan diwajibkan kepada kaum Muslimin. Bahkan dalam kewajiban-kewajiban agama sendiri: dalam sholat, puasa, zakat dan haji, demikian juga dalam larangan-larangannya. seperti minuman-minuman keras, judi, daging babi dan sebagainya.
Sehubungan dengan reformasi sosiai ini serta ketentuan hubungan pria dan wanita, oleh Muhammad telah dimulai dengan contoh yang diberikannya melalui dirinya dengan istri-istrinya yang disaksikan sendiri oleh semua kaum Muslimin. Masalah hijab ( tabir) bagi istri-istri Nabi misalnya, sebelum perang Ahzab (Khandaq) tidak diwajibkan. Demikian juga pembatasan kepada empat orang istri dengan syarat adil ditentukannya baru sesudah perang Ahzab, bahkan lebih dari setahun setelah perang Khaibar. Bagaimanakah Nabi dapat membina hubungan yang kuat antara laki-laki dan wanita atas dasar yang sehat, sebagai pengantar kepada adanya persamaan yang memang menjadi tujuan Islam itu? Ya, suatu persamaan yang menjadikan hak dan kewajiban wanita itu sama, dengan cara yang sopan, sedang laki-laki mempunyai kelebihan atas mereka itu.
Pada mulanya hubungan pria dan wanita di kalangan Muslimin, seperti di kalangan Arab lainnya — sebagaimana sudah kita sebutkan — terbatas hanya pada hubungan jantan dan betina. Mempertontonkan diri dan memamerkan perhiasan (berdandan) dengan cara yang akan membuat laki-laki itu terangsang oleh kaum wanita setiap ada kesempatan, berarti akan saling menambah nafsu berahi antara laki-laki dengan perempuan. Sebaliknya hal yang akan lebih dapat membatasi antara kedua belah pihak itu berarti akan lebih mendekatkan orang pada dasar kemanusiaan yang lebih tinggi, dasar persamaan jiwa dalam beribadat, yang hanya kepada Allah semata-mata.
---------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 366-367.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar