Senin, 15 April 2013

ASMA’ BINTI YAZID BIN SAKAN

Juru Bicara Wanita, beliau adalah Asma’ binti Yazid bin Sakan bin Rafi’ bin Imri’il Qais bin Abdul Asyhal bin Haris Al-Anshariyyah, Al-Ausiyyah Al-Asyhaliyah.
Beliau adalah seorang ahli hadits yang mulia, seorang mujahidah yang agung memiliki kecerdasan, dien yang bagus dan ahli argumen, sehingga beliau dijuluki sebagai “juru bicara wanita.”
Di antara sesuatu yang istimewa yang dimiliki oleh Asma’ adalah kepekaan inderanya dan kejelian perasaannya serta kehalusan hatinya. Selebihnya dalam segala sifat sebagaimana yang dimiliki oleh wanita-wanita Islam yang lain yang telah lulus dari madrasah nubuwwah yakni tidak terlalu lunak (manja) dalam berbicara, tidak merasa hina, tidak mau dianiaya dan dihina, bahkan beliau adalah seorang wanita yang pemberani... tegar... mujahidah, beliau menjadi contoh yang baik dalam banyak medan peperangan.
Asma’ mendatangi Rasulullah pada tahun pertama hijrah dan beliau berbai’at kepadanya dengan bai’at Islam. Rasulullah membai’at para wanita dengan ayat yang tersebut dalam sural Mumtahanah. Yaitu firman Allah :
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Mumtahanah : 12).

Bai’at dari Asma’ binti Yazid adalah untuk jujur dan ikhlas, sebagaimana yang disebutkan riwayatnya dalam kitab-kitab sirah bahwa Asma’ mengenakan dua gelang emas yang besar, maka bersabda :
“Tanggalkanlah kedua gelangmu wahai Asma’, tidakkah kamu takut jika Allah mengenakan gelang kepadamu dengan gelang dari naar?”
Maka segeralah beliau tanpa ragu-ragu dan tanpa argumentasi untuk mengikuti perintah Rasulullah , maka beliau melepaskanya dan meletakkan di depan Rasulullah s.a.w. Setelah itu Asma’ aktif untuk mendengar hadits Rasulullah s.a.w. yang mulia dan beliau bertanya tentang persoalan-persoalan yang menjadikan dia faham urusan dien. Beliau pulalah yang bertanya kepada Rasulullah s.a.w. tentang tata cara thaharah bagi wanita yang selesai haidh. Beliau memiliki kepribadian yang kuat dan tidak malu untuk menanyakan sesuatu yang haq. Oleh karena itulah Ibu Abdil Barr berkata : “Beliau adalah seorang wanita yang cerdas dan bagus diennya.”
Beliau dipercaya oleh kaum muslimah sebagai wakil mereka untuk berbicara dengan Rasulullah tentang persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Pada suatu ketika Asma’ mendatangi Rasulullah s.a.w. dan bertanya : Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah utusan bagi seluruh wanita muslimah yang di belakangku, seluruhnya mengatakan sebagaimana yang aku katakan dan seluruhnya berpendapat sesuai dengan pendapatku. Sesungguhnya Allah Ta’ala mengutusmu bagi seluruh laki-laki dan wanita, kemudian kami beriman kepada anda dan membai’at anda. Adapun kami para wanita terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi di penyangga rumah tangga kaum lelaki, dan kami adalah tempat melampiaskan syahwat mereka, kamilah yang mengandung anak- anak mereka, akan tetapi kaum lelaki mendapat keutamaan melebihi kami dengan shalat jum’at, mengantarkan jenazah dan berjihad. Apabila mereka keluar untuk berjihad kamilah yang menjaga harta mereka, yang mendidik anak-anak mereka, maka apakah kami juga mendapatkan pahala sebagaimana yang mereka dapat dengan amalan mereka?”
Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah s.a.w. menoleh kepada para sahabat dan bersabda : “Pernahkah kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang dien yang lebih baik dari apa yang di tanyakan?
Para sahabat menjawab, “Benar, kami belum pernah mendengarnya ya Rasulullah!’
Kemudian Rasulullah bersabda : “Kembalilah wahai Asma’ dan beritahukanlah kepada para wanita yang berada di belakangmu bahwa perlakuan baik salah seorang di antara mereka kepada suaminya (yakni bergaul dengan baik dalam kehidupan suami istri), dan meminta keridhaan suaminya, saatnya ia untuk mendapat persetujuannya, itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum lelaki.”

Maka kembalilah Asma’ sambil bertahlil dan bertakbir merasa gembira dengan apa disabdakan Rasulullah s.a.w.

Dalam dada Asma’ terdetik keinginan yang kuat untuk ikut andil dalam berjihad, hanya saja kondisi ketika itu tidak memungkinkan untuk merealisasikannya. Akan tetapi setelah tahun 13 Hijriyah setelah wafatnya Rasulullah s.a.w. hingga perang Yarmuk beliau menyertainya dengán gagah berani.
Pada perang Yarmuk ini, para wanita muslimah banyak yang ikut andil dengan bagian yang banyak untuk berjihad sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafidh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah, beliau membicarakan tentang perjuangan mujahidin mukminin. Beliau berkata : “Mereka berperang dengan perang besar-besaran hingga para wanita turut berperang di belakang mereka dengan gagah berani.”
Dalam bagian lain beliau berkata : “Para wariita menghadang Mujahidin yang lari dari berkecamuknya perang dan memukul mereka dengan kayu dan melempari mereka dengan batu. Adapun Khaulah binti Tsa’labah r.a. berkata :
Wahai kalian yang lari dan wanita yang bertakwa
Tidak akan kalian lihat tawanan
Tidak pula perlindungan
Tidak juga keridhaan


Beliau juga berkata dalam bagian yang lain, “Pada hari itu kaum muslimah berperang dan berhasil membunuh banyak tentara Romawi, akan tetapi mereka memukul kaum muslimin yang lari dari kancah peperangan hingga mereka kembali untuk berperang”. (sebagai tambahan pembicaraan tentang peran para wanita mukminat mujahidah dalam perang Yarmuk lihatlah perkataan Al Hafidz Ibnu Katsier dalam Al-Bidayah wan Nihayah dari halaman 5 hingga halaman 14 pada juz yang ketujuh).

Dalam perang yang besar ini Asma’ binti Yazid menyertai pasukan kaum muslimin bersama wanita-wanita mukminat yang lain ada di belakang para mujahidin mencurahkan segala kemampuan dengan membantu mempersiapkan senjata, memberikan minum bagi para mujahidin dan mengobati yang terluka di antara mereka serta memompa semangat juang kaum muslimin.
Akan tetapi manakala berkecamuknya perang, manakala suasana panas membara dan mata menjadi merah, ketika itu Asma’ lupa bahwa dirinya adalah seorang wanita. Beliau hanya ingat bahwa dirinya adalah muslimah, mukminah dan mampu beijihad dengan mencurahkan segenap kemampuan dan kesungguhannya. Hanya beliau tidak mendapatkan apa-apa yang di depannya melainkan sebatang tiang kemah, maka beliau membawanya kemudian berbaur dengan barisan kaum muslimin. Beliau memukul musuh-musuh Allah ke kanan dan ke kiri hingga dapat membunuh sembilan orang dari tentara Romawi, sebagaimana yang dikisahkan oleh Imam Ibnu Hajar tentang beliau, “Dialah Asma’binti Yazid bin Sakan yang menyertai perang Yarmuk, ketika itu beliau membunuh sembilan tentara Romawi dengan tiang kemah, kemudian beliau massih hidup selama beberapa tahun setelah peperangan tersebut.”
Asma’ keluar dari peperangan dengan membawa luka di pungungnya dan Allah menghendaki beliau masih hidup setelah itu selama 17 tahun karena beliau wafat pada akhir tahun 30 Hijriyih setelah menyuguhkan kebaikan bagi umat.
Semoga Allah merahmati Asma’ binti Yazid bin Sakan dan memuliakan dengan hadits yang telah beliau riwayatkan bagi kita, dan dengan pengorbanan yang telah beliau usahakan, dan telah beramal dengan sesuatu yang dapat dijadikan pelajaran bagi yang lain dalam hal mencurahkan segala kemampuan dan usaha demi memperjuangkan Al-Haq dan mengibarkan bendera hingga dien ini hanya bagi Allah.
-------------------------------------------------------
NISAA' HAULAR RASUL, Mahmud Mahdi Al Istanbuli dan Musthafa Abu An Nashr Asy Syalabi (Para Penulis), MENGENAL SHAHABIAH NABI S.A.W. (Edisi Indonesia), Abu Umar Abdullah Asy Syarif (Penterjemah), At-Tibyan Solo, halaman 172 – 176

Tidak ada komentar:

Posting Komentar