Selasa, 26 Maret 2013

Shafiyyah Binti Abdul Muththalib

Beliau adalah seorang mukminah yang telah berbai’at kepada Rasulullah s.a.w., seorang mujahidah, wanita yang sabar, ahli sya’ir yang mulia Shafiyyah binti Abdul Muththalib bin Hisyam Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab Al-Qurasyiyah Al-Hasyimiyah. Beliau adalah bibi Rasulullah , saudari dari singa Allah Hamzah bin Abdul Muththalib. Beliau juga seorang ibu dari sahabat agung Zubeir bin Awwam.
Shafiyyah tumbuh dalam rumah Abdul Muththalib, pemuka Quraisy dan orang yang memiliki kedudukan tinggi, terpandang dan mulia. Dialah yang dipercaya untuk mengurus pendatang yang berhaji.
Seluruh aktivitas tersebut membekas pada diri Shafiyyah, sehingga membentuk kepribadian beliau yang kuat. Beliau adalah seorang wanita yang fashih lisannya dan ahli bahasa. Seorang cendikiawan dan penunggang kuda yang pemberani. Beliau termasuk wanita yang awal dalam mengimani putra saudaranya yang jujur dan terpercaya yaitu Muhammad s.a.w., dan bagus keislamannya. Beliau berhijrah bersama putranya yang bernama Zubeir bin Awwam ke Madinah Al-Munawarah untuk menjaga keislamannya.
Shafiyyah r.a. menyaksikan tersebarnya Islam dan turut andil dalam menyebarkannya. Sungguh jihad telah menjadi darah dagingnya,. oleh karena itulah beliau tidak membuang kesempatan pada hari Uhud menjadi pelopor bagi para wanita yang ikut keluar untuk membantu para mujahidin dan mengobarkan semangat mereka untuk bertempur di samping beliau juga mengobati mujahidin yang luka-luka di antara mereka.
Tatkala takdir Allah menghendaki kaum muslimin terpukul mundur karena pasukan pemanah menyelisihi perintah Rasul s.a.w. sebagai panglima, maka banyak pasukan yang berpencar dari Rasulullah s.a.w.. Namun Shafiyyah tetap berdiri dengan berani sedangkan di tangannya menggenggam tongkat dan beliau pukul wajah orang-orang yang mundur dari peperangan seraya berkata : “Kalian hendak meninggalkan Rasulullah ?“
Manakala Shafiyyah mengetahui kesyahidan saudaranya Hamzah bin Abdul Muththalib r.a. yang dijuluki singa Allah yaitu dibunuh dengan sadis, maka Shafiyyah memberikan teladan yang agung bagi kita dalam hal kesabaran, ketabahan dan ketegaran. Beliau sendiri mengisahkan kepada kita apa yang beliau saksikan beliau berkata : “Pada hari terbunuhnya Hamzah, Zubeir menemuiku dan berkata : “Wahai ibunda sesungguhnya Rasulullah s.aw. menyuruh anda agar kembali.” Beliau menjawab, “Kenapa? Sungguh telah sampai kepadaku tentang dicincangnya saudaraku, namun dia syahid karena Allah, kami sangat ridha dengan apa yang telah terjadi, sungguh aku akan bersabar dan tabah insya Allah. Setelah Zubeir memberitahukan kepada Rasulullah s.a.w. tentang komentarku, beliau bersabda : ‘Berilah jalan baginya..!” Maka aku mendapatkan Hamzah dan tatkala aku melihatnya aku berkata : “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, kemudian aku mohonkan ampun baginya setelah itu Rasulullah s.a.w. memerintahkan untuk menguburkannya.
Gambaran lain dari Shafiyyah sang mujahidah dan penunggang kuda ini adalah tatkala terjadi perang Khandaq saat pasukan Yahudi mencoba menyerang tempat kaum wanita ketika itu para wanita muslimah dan anak-anak berada dalam sebuah benteng. Di sana ada juga Hassan bin Tsabit. Tatkala ada orang Yahudi mengelilingi benteng sedangkan kaum muslimin sedang menghadapi musuh. Maka berdirilah Shafiyyah dan berkata kepada Hassan, “Sesungguhnya laki-laki Yahudi ini menjadikan kita tidak aman karena mereka akan mengetahui kekurangan kita, maka berdirilah dan bunuhlah ia. Maka berkatalah Hassan, “Semoga Allah mengampuni anda, sungguh anda mengetahui bahwa seperti itu bukanlah keahlian saya.”
Ketika Shafiyyah mendengar jawaban Hassan beliau langsung bangkit dan dengan penuh semangat yang ada di jiwanya, beliau mengambil tongkat yang keras kemudian turun dari benteng. Beliau menunggu kesempatan lengahnya orang Yahudi tersebut lalu beliau memukulnya tepat pada ubun-ubun secara bertubi-tubi hingga dapat membunuhnya. Beliau memang, “Wanita pertama yang membunuh laki-laki.” Beliau kembali ke benteng dan tersirat kegembiraan pada kedua matanya karena mampu menghabisi musuh Allah yang berarti pula menjaga rahasia persembunyian para wanita dan kaum muslimah dari mereka. Kemudian beliau berkata kepada Hassan, “Turunlah dan lucutilah dia, sebab tiada yang menghalangi diriku untuk melucutinya melainkan karena dia seorang laki-laki.” Hassan berkata : “Saya tidak berkepentingan untuk melucutinya wahai binti Abdul Muththalib.”
Begitulah kaum muslimin mendapatkan kemenangan dalam perang ini dengan jiwa yang beriman dan pemberani yang tidak kenal istilah mustahil, dalam meraih jalan kemenangan
Tatkala perang Khaibar, Shafiyyah keluar bersama kaum muslimah untuk memompa semangat pasukan kaum muslimin. Mereka membuat perkemahan di medan jihad untuk mengobati pasukan yang terluka karena perang.
Rasulullah s.a.w. merasa senang dengan peran para mujahidah Sehingga mereka juga mendapatkan bagian dari rampasan perang.
Nabi mencintai bibinya, Shafiyyah dan memuliakan beliau serta memberikan kepada beliau bagian yang banyak.
Tatkala turun ayat : “Wa andzir ‘Asyiratakal aqrabin (Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat).” (As-Syura : 214)
Beliau bersabda :  “Hai Fathimah binti Muhammad, hai Shafiyyah binti Abdul Muththalib, wahai Bani Abdul Muththalib aku tidak kuasa menolong kalian dari siksa Allah. Mintalah kepadaku apa saja yang ada padaku.”

Shafiyyah mencintai Rasulullah s.a.w. sejak kecil dan mengikutinya. Beliau takjub dengan keadaan Nabi dan akhirnya mengimani kenabian beliau, menyertai beliau dalam peperangan dan merasa sedih tatkala wafatnya Rasulullah yang beliau ungkapkan dengan sya’irnya yang indah :
Wahai mata, tumpahkanlah air mata dan janganlah tidur
Tangisilah sebaik-baik manusia yang telah tiada
Tangisilah Al-Musthofa dengan tangisan yang sangat
Yang merasuk ke dalam hati laksana terkena pukulan
Nyaris aku tinggalkan hidup tatkala takdir datang padanya
Yang telah digariskan dalam Kitab yang mulia
Sungguh beliau pengasih kepada sesama hamba
Rahmat bagi mereka dan sebaik-baik pemberi petunjuk
Semoga Alah meridhainya tatkala beliau hidup dan mati
Dan membalasnya dengan jannah pada hari yang kekal


Shafiyyah r.a. hidup sepeninggal Rasulullah s.a.w. dengan penuh kewibawaan dan dimuliakan. Semua orang mengetahui keutamaan dan kedudukan beliau. Hingga tatkala beliau wafat pada zaman Khalifah Umar bin Khathab umur beliau mencapai lebih dari 70 tahun.
Semoga Allah merahmati Shafiyyah, sungguh beliau ibarat menara yang tinggi dalam sejarah Islam dan perjalanan hidup yang baik dalam hal pengorbanan dan jihad untuk menolong dienullah.
-------------------------------------------------------
NISAA' HAULAR RASUL, Mahmud Mahdi Al Istanbuli dan Musthafa Abu An Nashr Asy Syalabi (Para Penulis), MENGENAL SHAHABIAH NABI S.A.W. (Edisi Indonesia), Abu Umar Abdullah Asy Syarif (Penterjemah), At-Tibyan Solo, halaman 165 – 168

Tidak ada komentar:

Posting Komentar