Sabtu, 09 Maret 2013

SEKRETARIS NABI

Sampai pada waktu dikosongkannya Medinah dari Banu Nadzir, yang menjadi sekretaris Nabi ketika itu ialah orang Yahudi. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pengiriman surat-surat dalam bahasa Ibrani dan Asiria. Tetapi setelah orang-orang Yahudi ke luar, Nabi jadi kuatir kalau jabatan yang memegang rahasianya itu bukan di tangan orang Islam. Dari kalangan pemuda Islam di Medinah dimintanya Zaid bin Thabit supaya mempelajari kedua bahasa tersebut, yang dalam segala urusan kemudian Ia akan menjadi sekretaris Nabi. Dan Zaid bin Thabit inilah yang telah mengumpulkan Quran pada masa khilafah Abu Bakar, dan dia pula yang kembali dan mengawasi pengumpulan Quran tatkala terjadi perbedaan cara membaca pada masa pemenintahan Usman. Lalu yang dipakai hanya Mushhaf Usman, yang lain dibakar.
Suasana Medinah jadi tenteram setelah Yahudi Banu Nadzir keluar. Pihak Muslimin tidak lagi merasa takut terhadap orang-orang munafik. Bahkan kaum Muhajirin bersuka hati memperoleh tanah bekas orang-orang Yahudi itu. Juga kalangan Anshar turut gembira karena Muhajirin sudah tidak lagi bergantung pada bantuan mereka. Hati mereka semua merasa lega. Dalam suasana yang begitu tenang, aman dan tenteram, baik Muhajirin maupun Anshar, semua mereka merasa senang. Dalam pada mereka dalam keadaan demikian, setelah berlalu waktu setahun setelah peristiwa Uhud, teringat oleh Muhammad alaihis-shalatu was-salam — ucapan Abu Sufyan : “Yang sekarang ini untuk peristiwa perang Badr. Sampai jumpa tahun depan!” serta ajakannya kepada Muhammad untuk mengadakan perang Badr lagi. Tetapi tahun itu sedang terjadi musim kering (paceklik). Harapan Abu Sufyan ialah sekiranya perang itu diadakan dalam waktu lain saja.
Untuk itu diutusnya Nu’aim bin Mas’ud ke Medinah dengan mengatakan kepada pihak Muslimin, bahwa Quraisy telah mengerahkan tentaranya begitu besar yang belum ada taranya dalam sejarah Arab; sudah siap akan memerangi mereka, akan menghancur-luluhkan mereka sehingga tidak akan tersisa lagi. Tampaknya kaum Muslimin pun mau menghindari bahaya itu. Banyak di antara mereka yang memperlihatkan keengganan pergi ke Badr. Tetapi Muhammad jadi marah karena sikap lemah dan mau surut itu. Ia bersumpah mengatakan kepada mereka, bahwa ia akan pergi juga ke Badr walaupun seorang diri.
Melihat kejengkelan yang luar biasa itu segala sikap maju-mundur dan perasaan takut-takut segera lenyap. Kaum Muslimin sekarang siap memanggul senjata dan berangkat ke Badr. Dalam hal ini pimpinan kota Medinah oleh Nabi diserahkan kepada Abdullah bin Abdullah bin Ubayy bin Salul.
Muslimin yang sudah sampai di Badr, sekarang menantikan kedatangan Quraisy. Mereka sudah siap bertempur. Demikian juga pihak Quraisy dengan pimpinan Abu Sufyan sudah pula berangkat dari Mekah dengan kekuatan 2000 orang. Tetapi sesudah dua hari perjalanan tampaknya Abu Sufyan mau kembali pulang. Ia memanggil-manggil teman-temannya sambil katanya :
“Saudara-saudara dari Quraisy, sebenarnya yang cocok buat kita hanyalah dalam musim subur, sedang sekarang kita dalam musim kering Saya sendiri mau kembali pulang. Maka pulang sajalah kamu sekalian”
Mereka itu kembali pulang.

BADR TERAKHIR
Tinggal lagi Muhammad dengan tentara Muslimin selama delapan hari terus-menerus menantikan mereka, yang selama di Badr itu pula waktu mereka pergunakan sambil berdagang. Dan dalam perdagangan itu mereka mendapat laba. Mereka kembali ke Medinah pun kemudian dengan gembira, telah mendapat karunia dari Tuhan. Dalam Badr Terakhir itulah firman Tuhan ini turun :
“Mereka yang berkata kepada teman-temannya, dan mereka sendiri tinggal di belakang : “Sekiranya mereka itu mengikut kita, niscaya mereka takkan mati terbunuh.” Katakanlah : “Cobalah hindarkan dirimu dari kematian, kalau memang kamu orang-orang yang benar. Jangan kamu kira orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu sudah mati. Tidak! Mereka itu hidup dengan mendapat bagian dari Tuhan. Mereka dalam suasana gembira karena karunia yang diberikan Tuhan juga; mereka girang sekali terhadap mereka yang tidak ikut dan tinggal di belakang, bahwa mereka tidak merasa takut dan tidak pula berdukacita. Mereka girang karena karunia dan nikmat Tuhan dan Tuhan tidak akan menghilangkan jasa orang-orang beriman, orang-orang yang telah memenuhi panggilan Tuhan dan Rasul meskipun mereka sudah mengalami malapetaka, orang-orang yang berbuat baik dan dapat memelihara diri dari kejahatan; mereka itulah yang akan mendapat pahala besar. Orang yang sudah berkata kepada mereka : “Sebenarnya orang-orang sudah berkumpul hendak melawan kamu. Karena itu hendaklah kamu takut kepada mereka. Tetapi hal ini bahkan menambah kuat iman mereka, dan jawab mereka : “Cukup Tuhan bersama kami dan Ia Pelindung yang sebaik-baiknya. Mereka kembali mendapatkan nikmat dan karunia dari Tuhan. Mereka tidak mengalami bencana, dan mereka mengikutperkenaan Allah. Dan Allah Maha Pemberi karunia yang besar. Yang demikian itu hanyalah setan yang menakut-nakuti pengikut-pengikutnya. Jangan kamu takut kepada mereka, tapi takutlah kepada-Ku, kalau benar-benar kamu orang-orang beriman.” (QS 3 : 168 – 175)
Dengan demikian perang Badr yang terakhir benar-benar telah menghapus pengaruh perang Uhud samasekali. Buat Qunaisy hanya tinggal lagi menunggu kesempatan lain, dengan tetap mereka bergelimang dalam kecemaran karena sifat pengecutnya yang tidak kurang cemarnya dan kekalahan yang mereka derita dalam perang Badr pertama.
Dengan pertolongan Tuhan itu Muhammad merasa lega tinggal di Medinah, merasa tenteram hatinya karena kewibawaan Muslimin kini telah kembali. Sungguhpun begitu ia selalu waspada terhadap segala tipu muslihat musuh, selalu awas-awas ke segenap jurusan.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 321-323.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar