Sabtu, 16 Februari 2013

BERSEDIA MATI MEMBELA RASUL


Pada waktu itu juga Muslimin berkumpul di sekitar mereka. Dalam membela Rasul dan menjaga keselamatannya, mereka bersedia mati. Hari itu menjelang tengah hari, Umm ‘Umara (Namanya Nasiba, istri Zaid bin ‘Ashim). — seorang wanita Anshar berangkat pula membawa air berkeliling dengan mrmbagi-bagikan air kepada Muslimin yang sedang berjuang itu. Setelah melihat Muslimin, terpukul mundur, dilemparkannya tempat air itu dan dengan menghunus pedang wanita itu terjun pula ikut bertempur, ikut melindungi Muhammai dengan pedang dan dengan melepaskan anak panah, sehingga karenana dia sendiri mengalami luka-luka. Sementara Abu Dujana membuat dirinya sebagai perisai melindungi Rasulullah, dengan membungkukkan punggungnya, sehingga lemparan anak panah musuh mengenai dirinya. Sedang di samping Muhammad Sad bin Abi Waqqash melepaskan pula panahnya dan Muhammad memberikan anak panah itu seraya berkata: “ Lepaskan (anak panah itu). Kupertaruhkan ibu-bapaku untukmu.”
Sebelum itu Muhammad melepaskan sendiri anak panahnya, sampai-sampai ujung husurnya itu patah.
Adapun mereka yang mengira Muhammad telah tewas — termasuk di antara mereka itu Abu Bakr dan Umar — pergi ke arah gunung dan mereka ini sudah pasrah. Hal ini diketahui oleh Anas bin’n-Nadzr yang lalu berkata kepada mereka :
“Kenapa kamu duduk-duduk di sini?”
“Rasulullah sudah terbunuh,” jawab mereka.
“Perlu apa lagi kita hidup sesudah itu? Bangunlah! Dan biarlah kita juga mati untuk tujuan yang sama.”
Kemudian ia maju menghadapi musuh. Ia bertempur mati-matian, bertempur tiada taranya. Akhirnya ia baru menemui ajalnya setelah mengalami tujuh puluh pukulan musuh; sehingga ketika itu orang tidak dapat lagi mengenalnya, kalau tidak karena saudara perempuannya yang datang dan dapat mengenal dia dari ujung jarinya.
Karena sudah percaya sekali akan kematian Muhammad, bukan main girangnya pihak Quraisy waktu itu, Abu Sufyan pun sibuk pula mencarinya di tengah-tengah para korban. Soalnya ialah mereka yang telah menjaga keselamatan Rasulullah tidak membantah berita kematiannya itu, sebab memang diperintahkan demikian oleh Rasul, dengan maksud supaya pihak Quraisy jangan sampai memperbanyak lagi jumlah pasukannya yang berarti akan memberikan kemenangan kepada mereka.
Akan tetapi tatkala Ka’b bin Malik datang mendekati Abu Dujana dan anak buahnya, ia segera mengenal Muhammad waktu dilihatnya sinar matanya yang berkilau dari balik topi besi penutup mukanya itu. Ia memanggil-manggil dengan suara yang sekeras-kerasnya :
“Saudara-saudara kaum Muslimin! Selamat, selamat! ini Rasulullah!”

Ketika itu Nabi memberi isyarat kepadanya supaya diam. Tetapi begitu Muslimin mengetahui hal itu, Nabi segera mereka angkat dan ia pun berjalan pula bersama mereka ke arah celah bukit didampingi oleh Abu Bakr, Umar, Ali bin Abi Talib, Zubair bin’l-’Awwam dan yang lain. Teriakan Ka’b itu pada pihak Quraisy juga ada pengaruhnya. Memang benar, bahwa sebagian besar mereka tidak mempercayai teriakan itu, sebab menurut anggapan mereka itu hanya untuk memperkuat semangat kaum Muslimin saja. Tetapi dari mereka itu ada juga yang lalu segera pergi mengikuti Muhammad dan rombongannya itu dari belakang. Ubayy bin Khalaf kemudian dapat menyusul mereka, dan lalu bertanya :
“Mana Muhammad? Aku tidak akan selamat kalau dia yang masih selamat,” katanya.
Waktu itu juga oleh Rasul ia diletaknya dengan tombak Harith bin ‘sh Shimma demikian rupa, sehingga ia terhuyung-huyung di atas kudanya dan kembali pulang untuk kemudian mati di tengah jalan.
Sesampainya Muslimin di ujung bukit itu, Ali pergi lagi mengisi air ke dalam perisai kulitnya. Darah yang di wajah Muhammad dibasuhnya serta menyirami kepalanya dengan air. Dua keping pecahan rantai besi penutup muka yang menembus wajah Rasul itu oleh Abu ‘Ubaida bin’l-Jarrah dicabut sampai dua buah gigi serinya tanggal.
Selama mereka dalam keadaan itu tiba-tiba Khalid bin’l-Walid dengan pasukan berkudanya sudah berada di atas bukit. Tetapi Umar bin’l-Khattab dengan beberapa orang sahabat Rasul segera menyerang dan berhasil mengusir mereka. Sementara itu orang-orang Islam sudah makin tinggi mendaki gunung. Tetapi keadaan mereka sudah begitu payah, begitu letih tampaknya, sampai-sampai Nabi melakukan salat lohor sambil duduk — juga karena luka-luka yang dideritanya, — demikian juga kaum Muslimin yang lain melakukan salat makmum di belakangnya, sambil duduk pula.
Sebaliknya pihak Quraisy dengan kemenangannya itu mereka sudah girang sekali. Terhadap peristiwa perang Badr mereka merasa sudah sungguh-sungguh dapat membalas dendam. Seperti kata Abu Sufyan :
“Yang sekarang ini untuk peristiwa perang Badr. Sampai jumpa lagi tahun depan!”
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 301-304.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar