Kamis, 03 Januari 2013

PENEBUSAN PARA TAWANAN

Hari pun berjalan juga. Orang-orang Quraisy sedang menahan hati mengalami cobaan itu sambil menunggu kesempatan sampai dapat tawanan-tawanan mereka itu nanti tertebus.
Hari itu yang datang adalah Mikraz bin Hafz, hendak menebus Suhail bin Amr. Rupanya Umar bin’l-Khattab keberatan kalau orang itu bebas tanpa mendapat sesuatu gangguan. Maka lalu ia berkata : “Rasulullah. Izinkan saya mencabut dua gigi seri Suhail bin ‘Amr ini, supaya lidahnya menjulur keluar dan tidak lagi berpidato mencercamu di mana-mana.”
Tapi ini dijawab oleh Nabi dengan suatu jawahan yang sungguh agung.
“Aku tidak akan memperlakukannya secara kejam, supaya Tuhan tidak memperlakukan aku demikian, sekalipun aku seorang nabi.”
Zainab putri Nabi juga lalu mengirimkan tebusan hendak membebaskan suaminya, Abu’l-Ash bin Rabi. Di antara yang dipakai penebus itu ialah sebentuk kalung pemberian Khadijah ketika dulu ia akan dikawinkan dengan Abu’l-Ash.
Melihat kalung itu, Nabi merasa sangat terharu sekali.
“Kalau tuan-tuan hendak melepaskan seorang tawanan dan mengembalikan barang tebusannya kepada si pemilik, silakan saja”. kata Nabi.
Kemudian ia mendapat kata sepakat dengan Abu’l-’Ash untuk menceraikan Zainab, yang menurut hukum Islam mereka sudah bercerai. Dalam pada itu Muhammad mengutus Zaid bin Haritha dan seorang sahabat lagi guna menjemput Zainab dan membawanya ke Medinah.
Akan tetapi sesudah sekian lama Abu’l-’Ash dibebaskan sebagai tawanan, ia berangkat ke Syam membawa barang dagangan Quraisy. Sesampainya di dekat Medinah, ia bertemu dengan satuan Muslimin. Barang-barang bawaannya mereka ambil. Ia meneruskan perjalanan dalam gelap malam itu hingga ke tempat Zainab. Ia minta perlindungan dari Zainab dan Zainab pun melindunginya pula. Ketika itu barang-barang dagangannya dikembalikan oleh Muslimin kepadanya dan dengan aman ia kembali ke Mekah. Setelah barang-barang tersebut dikembalikan kepada pemiliknya masing-masing dari kalangan Quraisy, ia berkata : “Masyarakat Quraisy! masih adakah dari kamu yang belum mengambil barangnya?”
“Tidak ada”, jawab mereka. “Mudah-mudahan Tuhan membalas kebaikanmu. Engkau ternyata orang yang jujur dan murah hati.”
“Saya naik saksi”, katanya lagi kemudian, “Bahwa tak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Sebenarnya saya dapat saja masuk Islam di kotanya itu, tapi Saya kuatir tuan-tuan akan menduga, bahwa saya hanya ingin makan harta tuan-tuan ini. Setelah semua ini saya kembalikan kepada tuan-tuan dan tugas saya selesai, maka sekarang saya masuk Islam.”
Kemudian ia kembali ke Medinah. Zainab juga oleh Nabi dikembalikan lagi kepadanya.
Dalam pada itu pihak Quraisy terus saja menebus tawanannya. Nilai tebusan waktu itu berkisar antara seribu sampai empat ribu dirham untuk tiap orang. Kecuali yang tidak punya apa-apa dengan kemurahan hati Muhammad membebaskannya.

QURAISY MENANGISI MAYATNYA
Rasanya tidak ringan nasib yang menimpa Quraisy itu, juga mereka tidak mau menghentikan permusuhan dengan Muhammad atau melupakan kekalahan yang mereka alami. Bahkan sesudah itu kemudian wanita-wanita Quraisy itu ramai-ramai selama sebulan penuh menangisi mayat mereka. Rambut kepala mereka sendiri mereka gunting. Kendaraan atau kuda orang yang sudah mati itu dibawa, lalu mereka menangis mengelilinginya.

HINDUN DAN ABU SUFYAN
Dalam hal ini tak ada yang ketinggalan, kecuali Hindun binti ’Utba istri Abu Sufyan. Ketika pada suatu hari ia didatangi oleh wanita-wanita dengan mengatakan : “Kau tidak menangisi ayahmu, saudaramu, pamanmu dan keluargamu?”
Ia menjawab : “Aku menangisi mereka? Supaya kalau nanti didengar oleh Muhammad dan teman-temannya mereka menyoraki kita? Dan wanita-wanita, Khazraj juga akan menyoraki kita? Tidak! Aku mesti menuntut balas kepada Muhammad dan teman-temannya! Haram kita memakai minyak sebelum dapat kita memerangi Muhammad. Sungguh, kalau aku dapat mengetahui, bahwa kesedihan itu bisa hilang dari hatiku, tentu aku menangis. Tetapi ini baru akan hilang kalau mangsaku yang membunuh orang-orang yang kucintai itu sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri !“
Memang ia tidak lagi memakai minyak atau mendekati tempat tidur Abu Sufyan. Ia terus mengerahkan orang sampai pada waktu pecah perang Uhud. Sedang Abu Sufyan, sesudah peristiwa Badar, ia bernazar tidak akan bersuci kepala dengan air sebelum ia memerangi Muhammad.
-----------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 269-272.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar