Senin, 31 Desember 2012

POLEMIK ORIENTALIS

Menanggapi masalah tawanan-tawanan Badar ini serta terbunuhnya Nadzr dan ‘Uqba ada beberapa orang Orientalis yang masih bertanya-tanya : bukankah dengan demikian ini sudah membuktikan bahwa agama baru ini sangat haus darah? Kalau tidak tentu kedua orang itu tidak akan terbunuh. Bukankah sesudah mendapat kemenangan dalam pertempuran akan lebih terhormat bagi kaum Muslimin jika mengembalikan saja para tawanan itu, dan mereka sudah cukup memperoleh rampasan perang?
Maksudnya dengan pertanyaan ini ialah hendak membangkitkan rasa simpati dalam hati orang yang selama itu belum menjadi masalah, supaya seribu tahun kemudian sesudah perang Badar dan peperangan-peperangan yang terjadi berikutnya akan dijadikan alat untuk mendiskreditkan agama ini serta pembawanya.
Tetapi ternyata pertanyaan semacam ini kemudian jadi gugur sendiri apabila terbunuhnya Nadzr dan ‘Uqha ini kita bandingkan dengan apa yang terjadi dewasa ini dan akan selalu terjadi, selama peradaban Barat. yang memakai jubah Kristen itu masih tetap menguasai dunia. Terhadap yang telah terjadi di negara-negara yang dikuasai oleh penjajah secara paksa atas nama hendak memadamkan pemberontakan itu, dapatkah peristiwa di atas tadi — sedikit saja — dijadikan perbandingan? Dapatkah hal itu — sedikit saja — kita bandingkan dengan penyembelihan yang terjadi dalam Perang Dunia? Selanjutnya, dapatkah peristiwa itu kita bandingkan pula — sedikit saja — dengan apa yang telah terjadi selama Revolusi Prancis, dalam pelbagai revolusi yang pernah terjadi dan akan selalu terjadi pada bangsa-bangsa Eropa lainnya?

REVOLUSI TERHADAP PAGANISMA
Memang sudah tak dapat disangkal bahwa apa yang dialami Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu adalah suatu revolusi yang dahsyat dan Muhammad yang diutus Tuhan, berhadapan dengan paganisma dan orang-orang musyrik sebagai penyembahnya. Suatu revolusi, yang pada mulanya berkecamuk di Mekah, dan yang oleh karenanya bebagai macam siksaan dan penderitaan dialami oleh Muhammad dan sahabat-sahabatnya selama tiga belas tahun terus-menerus. Kemudian kaum Muslimim pindah ke Medinah. Di tempat ini mereka mengumpulkan tenaga dan kekuatan. Sementara itu benih-benih revolusi masih terus tumbuh dalam hati mereka, juga dalam hati semua orang Quraisy.
Pindahnya Muslimin ke Medinah, perjanjian mereka dengan orang-orang Yahudi setempat, terjadinya bentrokan-bentrokan sebelum peristiwa Badar, lalu Perang Badar itu sendiri semua itu adalah suatu si revolusi, bukan prinsip. Kebijaksanaan yang telah ditentukan oleh pemimpin revolusi dan sahahat-sahahatnya itu akan disusul pula oleh adanya ketentuan prinsip-prinsip yang luhur, yang telah dibawa oleh Rasul. Jadi, siasat revolusi itu lain dan prinsip-prinsip revolusi lain lagi. Juga kondisi yang terjadi berikutnya kadang samasekali berbeda dari tujuan pokok kondisi itu. Dalam hal Islam telah menjadikan rasa persaudaraan sebagai dasar peradahan Islam, maka untuk mencapai sukses jalan itu harus ditempuh, sekalipun untuk itu harus berlaku suatu kekerasan kalau memang sudah tak dapat dihindarkan lagi.

PENYEMBELIHAN SAINT BARTHOLOMEW
Tindakan kaum Muslimin terhadap tawanan-tawanan perang Badar adalah suatu teladan yang baik dan penuh kasih-sayang, dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam beberapa revolusi yang oleh pencetusnya diagungkan dengan arti keadilan dan kasih-sayang. Dan ini pun merupakan satu bagian saja di samping penyembelihan-penyembelihan yang banyak terjadi atas nama Kristus, seperti penyembelihan Saint Bartholomew (Saint Barthelemy), suatu peristiwa penyembelihan yang dapat dianggap sebagai suatu aib besar dalam sejarah Kristen, yang dalam sejarah Islam contoh semacam itu samasekali tidak pernah ada. Penyembelihan ini diatur pada waktu malam. Orang-orang Katolik di Paris membantai orang-orang Protestan dengan jalan tipu-muslihat dan pengkhianatan, suatu gambaran tipu-muslihat dan pengkhianatan yang sungguh rendah dan kotor.
Jadi kalau dua orang saja dari lima puluh tawanan Badar itu yang dibunuh oleh Muslimin, karena mereka selama tiga belas tahun memang begitu kejam terhadap kaum Muslimin, yang sampai menderita pelbagai macam siksaan selama di Mekah, itu pun karena adanya sikap kasihan yang berlebih-lebihan dan dianggap sebagai suatu keuntungan yang terlalu pagi seperti disebutkan dalam ayat :
“Tidak sepatutnya seorang nabi itu akan mempunyai tawanan-tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di dunia. Kamu menghendaki kekayaan duniawi, sedangkan Allah menghendaki akhirat. Allah Maha Kuasa dan bijaksana.” (QS 8 : 67)
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 267-269.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar