Selasa, 25 Desember 2012

IMAM AHMAD BIN HANBAL

KELAHIRANNYA
Imam Hanbal dilahirkan di Baghdad, pada tahun 162 H. Ayahnya meninggal, beliau masih kecil. Berasal dari Marwin negeri Khurasan (Parsi). Karenanya beliau besar dalam haribaan bundanya sebagai anak yatim.
Namanya Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, keturunan Nizar. Jadi seketurunan dengan Rasulullah s.a.w.

PENDIDIKANNYA
Mula-mulanya Imam Hanbal belajar Hadits di Baghdad, kemudian merantau ke beberapa negeri.
Berkata Abubakar Almarwazi : Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata kepadaku: Dulu waktu saya masih kecil, saya belajar mengaji di surau-surau, kemudian saya sering pergi ke Kantor-kantor. Waktu itu saya baru berumur 14 tahun.
Sejak itu Imam Ahmad pergi ke Kufah, Basrah Makkah, Madinah, Yaman dan Sirya.
Imam Hanbal tidak ada jemunya menambah ilmu pengetahuan sampai hari tua. Kemana pergi, Imam Hanbal selalu membawa tinta.
Ada orang bertanya padanya : “Kenapa Guru masih membawa-bawa tinta saja, padahal tuan sudah mencapai kedudukan yang begitu tinggi, sebagai seorang Imam besar ?“
- “Dengan tinta sampai saya mati”.
Dengan perkataan lain beliau berkata : “Saya akan terus belajar sampai ke liang-kubur?’ sesuai dengan Nabi : ”Tuntunlah ilmu mulai dari ayunan sampai keliang-kuburan.”

Demikianlah uletnya Imam Hanbal dalam menambah pengetahuan, tidak kenal jemu, tidak terpengaruh oleh pencarian dan tidak mau berumah-tangga sampai berrusia 40 tahun. Beliau pandai dalam segala ilmu pengetahuan lama dan pendapat baru.

BANYAK HAPAL TENTANG HADITS
Abu Zur’ah pernah menceritakan bahwa, Imam Ahmad bin Hanbal telah hapal Hadits sebanyak 1.000.000 buah.
Ada orang bertanya kepadanya : “Darimana kau tahu itu ?“
Abu Zur’ah : “Saya sering membicarakan tentang Hadits bersama beliau dan banyak pula yang saya kutip meliputi beberapa bab dari beliau”.
Ada lagi orang bertanya kepada Abu Zur’ah : “Siapa yang paling banyak hapalan tentang Hadits?”
- “Ahmad bin Hanbal, jika sekarang Hadits-haditsya itu dibukukan, mungkin sampai 12 muatan unta.

BERKELANA UNTUK MENGAMBIL SATU HADITS
Ada berita, bahwa di suatu negeri nun-jauh di sana, ada seorang ahli Hadits dan suka sekali mengajarkan kepada siapa saja yang mau.
Mendengar berita itu, Imam Ahmad sangat gembira Beliau bermaksud hendak pergi ke tempat orang tersebut. Setelah sampai, didapatnya orang itu sedang menberi makan seekor anjing. Imam Ahmad memberi salam kepadanya. Orang itu menjawab, tetapi tamunya (Imam Ahmad) tidak diacuhkannya, ia terus saja memberi makan anjing itu. Tentu saja Imam Ahmad merasa jengkel. Karena beliau datang dari jauh, tetapi tidak diacuhkan.
Setelah selesai memberi makan anjing, orang itu baru menemui Imam Ahmad, seraya katanya : “Ma’af, rnungkin engkau merasa jengkel, berhubung saya terus mengurus anjing”.
- “Benar”. Jawab Imam Ahmad dengan pendek terus terang.
+ “Begini, saya dengar dari Abu Zannad, dari ‘Araj dan Abi Hurairah, bahwa Nabi bersabda :
(Barangsiapa memutuskan harapan orang yang sedang mengharapkan orang yang sedang mengharapkan bantuan kelak di hari Qiamat Allah akan memutuskan harapannya dan orang itu tidak akan masuk Syurga).
“Dan di negeri kami ini tidak ada anjing, sambung orang tua, baru sekarang ada anjing yang datang kemari. Maaf saya tidak buru-buru menemui Tuan, karena saya takut mengecewakan harapan anjing itu.
- “Terima kasih. Cukuplah sudah satu Hadits itu saya bawa pulang”.
Kemudian beliau minta izin pulang.

PENGHARGAAN ORANG TERHADAP IMAM HANBAL
a. Dari para Guru-gurunya :
Kata Ahmad bin Syeban :
Saya belum pernah melihat Guru kami menghormati seseorang, lebih daripada kepada Ahmad bin Hanbal. Beliau biasa mempersilakannya duduk di sisinya. Sekali Ahmad bin Hanbal pernah sakit. Guru kami itu sengaja memerlukan datang menegoknya.

b. Dari teman-teman sejawatnya :
Imam Muhammad bin Idris Assyafi’i pernah berkata :
Waktu saya meninggalkan Bagdad, di antara teman-teman tidak ada yang lebih taqwa, lebih suci, lebih nengerti dan lebih alim daripada Imam Ahmad bin Hanbal”.
Ali bin Mudainy berkata : “Tuhan telah meninggikan derajat Agama kita ini, karena jasanya dua orang besar, tidak ada yang ketiganya lagi, yaitu : Abubar Asshiddiq menindas pemberontakan kaum Riddah yang menyeleweng dari Agama, dan kedua Ahmad Hanbal waktu menghadapi ujian berat”.
Dalam mempertahankan pendapat bahwa Qur’an itu Qadim dan bukan baru.

c. Dari para murid-murid :
Abu Daud Assajsataniy :
“Saya pernah belajar kepada ± dua ratus orang guru, tetapi belum pernah saya bertemu dengan seorang Guru seperti Imam Ahmad bin Hanbal, beliau kalau berbicara hanya yang mengenai ilmu pengetahuan saya”
Abdulwahhab Alwarraq :
“Saya belum pernah melihat seorang Guru seperti Imam Ahmad bin Hanbal. Teman-temannya yang lain bertanya kepadanya : Apa kelebihannya dari Guru-guru yang lain? Beliau pernah ditanya enam puluh ribu masalah banyaknya : semuanya di jawabnya dengan :  Menurut riwayat Anu, dari si Anu”.

ZUHUDNYA
Imam Hanbal seorang yang tidak mau terpengaruh oleh keduniaan. Kata Sulaiman bin Asyats : Saya belum pernah mendengar Imam Ahmad bin Hanbal membicarakan tentang keduniaan/ kekayaan. Jika lapar beliau ambil sepotong roti, lalu dicelupkan ke dalam air, lalu di makannya dengan garam.
Kadang-kadang orang rumah memasakkan sayur dicampur adas dan gajih. Biasanya lauk pauknya it hanya cuka saja.
Kata Shalih anak Imam Ahmad :
Ayahku pernah berkata ; “Di kala harga barang-barang membubung, ibumu itu biasa menjual kain tenun buatannya sendiri dengan harga 2 Dirham. Dan hasil penjualannya itulah untuk belanja kita zaherí-hari”.
Kata ‘Ali Almadiniy : “Sekali aku pamitan kepada Imam Ahmad. Aku minta nasehat kepadanyá. Katanyà: “Hendaklah engkau membawa bekal Taqwa dan hendaklah yang menjadi citamu yaitu .keakheratan”. Kata anak Imam Ahmad yang bernama ‘Abdullah :  “Pa, saya minta wasiat”. Katanya: “Nak, berbuatlah yang baik, engkau akan tetap baik selama berniat.

TIDAK INGIN KEDUDUKAN
Ibrahim Almuzniy :
Imam Syafi’i pernah menceritakan : Waktu saya menghadap kepada Baginda Harun Arrasyid, sesudah pembicaraan panjang lebar, saya pernah menyarankan kepadanya, bahwa saya memerlukan tenaga seorang hakim. Baginda menyuruh supaya saya mencari orang yang patut memangku jabatan itu dari teman-teman saya sendiri.
Setelah aku pulang datanglah Imam Ahmad. Kataku adanya : “Saya baru habis berunding dengan Amirul mu’minin tentang jabatan hakim untuk negeri Yaman, saya disuruh mencarinya, kebetulan engkau datang, nah marilah kita pergi kepada Baginda, beliau menetapkan jabatan itu kepadamu”
“Saya datang kepadamu”, jawab Imam Ahmad, “bukan untuk urusan jabatan hakim, tetapi saya ingin menerima pelajaran daripadamu”.
Mendengar penolakan Imam Ahmad itu, Imam Syafi’i sangat merasa malu.

MERENDAHKAN DIRI
Shalih :
Sekali-sekali ayahku suka pergi dari rumah dengan membawa kapak untuk mengerjakan sesuatu. Sekali-sekali beliau pergi ke kedai sayuran, beliau membeli apa-apa, lalu dibawanya sendiri.
Ada orang mengucapkan terima-kasih kepada Imam Ahmad dengan ucapan : “Semoga Allah membalas kepadamu, atas jasamu terhadap Agama Islam”. “Tidak, bukan begitu, tetapi : Semoga Allah menjayakan Agama Islam yang telah berjasa kepadaku Lalu sambungnya pula: “Siapa gerangan aku ini”.

BELAS-KASIHAN KEPADA FAKIR MISKIN
Abubakar Marwazi :
Imam Hanbal adalah séorãng yang sangat cinta terhadap fakir miskin. Belum pernah saya melihat orang yang begitu memperhatikan kepada fakir-miskin selain Imam Ahmad.
Sekali waktu beliau membicarakan hal-ihwal seorang miskin yang sedang sakit. Beliau menyuruh aku pergi menengoknya dan menanyakan apa keinginannya, supaya dilaksanakan. “Dan bawalah, berikan kepadanya”. Katanya sambil menyodorkan sebotol minyak wangi.

TAKUT KEPADA ALLAH
Almarwaziy :
Saya dengar Imam Ahmad berkata : “Aku takut kepada Allah itulah yang mencegah saya makan minum yang enak-enak. Karenanya saya tidak ada nafsu sama-sekali”.
Suatu hari saya berkunjung ke rumah Imam Ahmad, seraya saya mengucapkan salam selamat pagi dan apa kabar, jawabnya : “Biasa saja seperti orang yang selalu dituntut oleh Tuhan dengan kewajiban Fardhu, yang selalu dituntut oleh Nabi untuk mengerjakan sunnahnya, yang selalu dituntut oleh Malaikat Raqib/Atid amal perbuatan baik, sebagaimana dikehendaki oleh hatinya sendiri, sebagaimana dikehendaki oleh Syeitan supaya berbuat keji, sebagaimana dituntut oleh Malakalmaut untuk dicabut nyawanya dan sebagaimana dituntut oleh anak isterinya minta belanja”.

IBADAHNYA
‘Abdullah anak Imam Ahmad, pernah menceritakan :
“Ayahku biasa sholat dalam sehari semalam 300 raka’at. Waktu beliau sakit, rupanya tidak mampu mengerjakan sebanyak itu, hanya 150 raka’at saja. Waktu itu beliau sudah mencapai usia 80 tahun. Setiap harinya beliau membaca sepertujuh Qur’an. Jadi khatam dalam seminggu sekali. Sesudah sholat ‘Isya’, beliau terus tidur sebentar, kemudian bangun lagi untuk sholat dan berdo’a sampai pagi”.

KEBERSIHANNYA
Abdulmalik Maimuniy :
“Saya belum pernah melihat orang yang paling bersih, yang selalu dipelihara kumisnya, rambutnya dan bajunya yang putih bersih seperti Imam Ahmad bin Hanbal.

RAMAH TAMAH
Abubakar Marwaziy :
Imam Ahmad adalah orang yang ramah-tamah, casi-sayang terhadap fakir-miskin; agak jauh dengan orang-orang yang mewah. Sopan dan santun, di mana tempat yang kosong di situlah beliau duduk. Selalu manis mukanya. Tidak pernah memberengut atau berkata kasar. Beliau suka karena Allah dan benci karena Allah. Cinta kepada sesama sebagaimana cinta kepada diri sendiri. Apa yang tidak disukai untuk dirinya, demikian juga beliau tidak suka untuk orang lain. Jika ada orang berbuat yang tidak disukainya, beljau marah karena Allah semata-mata, terutama jika mengenai pelanggaran terhadap hukum-hukum Agama, beliau amat marah, merah-padam mukanya, seakan-akan bukan beliau lagi rupanya. Dalam hal itu beliau tidak perduli dan tidak takut kepada siapapun juga.

PENGHIDUPANNYA
Imam Ahmad bin Hanbal hanya menerima pusaka dari ayahnya, sebidang tanah berikut rumah tempat tinggalnya dan sebuah baju bersulam, baju mana beliau sewakan, untuk perbelanjaan sehari-hari. Tanah sekeliling rumahnya itu ditanaminya sendiri dan tiap-tiap tàhun dikeluarkan zakatnya.
Demikianlah keterangan dari Imam Ahmad sendiri. Dalam perjalanan ke Yaman akan belajar, di tengah jalan beliau kehabisan bekal, teman-temannya akan memberi bantuan kepadanya, tetapi beliau lebih suka menjual tenaganya, bekerja sebagai pembantu dalam kafilah, sampai tiba di Shan’a.
Kata Abdurrazzaq : Dua tahun lamanya, Imam Ahmad tinggal di Shan’a. Suatu waktu aku pernah memberi bantuan kepadanya, kataku : “Ini ambillah, dan belanjakanlah untuk keperluan sehari-hari, sebab tanah saya tidak dapat ditanami dan tidak ada menghasilkan apa-apa”.
‘Tidak, saya masih bisa mencari”. Demikian beliau menolak bantuan itu.

KEMURAHANNYA
Kata Abu Sa’id kepada ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal :
Saya pernah datang kepada bapakmu, dengan maksud barangkali saja beliau ada memberi apa-apa kepadaku. Beliau berjanji akan memberi apa-apa setengahnya. Suatu hari aku datang lagi. Lama aku duduk di rumahnya. Baru beliau keluar dengan membawa empat potong roti. Sambil memberikan roti itu kepadaku, beliau berkata :
“Hanya inilah yang ada padaku, ambillah !“
“Empat potong roti ini, lebih berharga buat saya daripada empat ribu Dirham dari orang lain”, sahutku.
Yahya bin Hilal :
“Sekali aku datang kepada Imam Ahmad bin Hanbal, aku diberinya uang 4 Dirham, seraya katanya :
“Hanya inilah yang ada padaku”
Harun Mustamli :
“Pernah saya berjumpa dengan Imam Ahmad bin Hanbal. Saya berkata kepadanya : “Saya tidak punya, apa-apa”
Beliau memberi uang pada saya 5 Dirham, katanya :
‘Hanya sebeginilah uang saya itu”

MEMBALAS BUDI
Ada orang memberi air Zamzam kepada Imam Hanbal, oleh beliau dikirimnya tepung gandum dan gula. Abubakar Marwazy pernah disuruh membeli sesuatu seharga 5 Dirham, untuk hadiah kepada seseorang yang pernah memberi apa-apa kepada anaknya, Sa’id Ada orang mengirim anggur dan buah kepada beliau seharga tiga dirham, lalu disuruhnya anaknya membeli gula 10 Dirham dan kurma 7 Dirham, disuruhnya antarkan kepada orang tadi.

UJIAN BERAT
Dalam Pemerintahan Khalifah Ma’mun, kaum Mu’tazilah dapat mempengaruhi Pemerintahan. Mereka memegang peranan penting. Khalifah Al-Ma’mun telah sefaham dengan mereka, bahwa Kitab Qur’an itu adalah ciptaan (makhluq). Faham ini harus menjadi faham rakyat. Tetapi Imam Hanbal dan kawan-kawan menentangnya. Mereka yang menentang disiksa dan dicambuk. Maimun bin Ashbagh telah menceritakan peristiwa tersebut :
Rakyat gempar. Ada apa ini? Imam Ahmad bin Hanbal akan dihadapkan di muka Baginda, untuk diuji. Segera aku datang ke istana. Aku masuk melalui pengawal. Setelah sampai di balairung, ku lihat pedang-pedang sudah dihunuskah, tombak-tombak sudah dihunjamkan; anak-anak panah sudah dipasang, cambuk-cambuk sudah disediakan; semua alat penyiksa, senjata pembunuh lengkap sudah siap sedia.
Aku dikenakan orang memakai baju luar hitam dan ikat pinggang berikut pedangnya. Aku duduk tidak jauh dari tempat pemeriksaan di mana pemeriksaan dapat kudengar dengan jelas.
Datanglah Baginda Amirul Mu’minin. Beliau duduk di atas kursi singgasananya. Tidak lama kemudian Imam Ahmadpun dihadapkan. Maka mulailah Baginda memeriksa :
“Demi keturunanku sebagai anak cucu Rasulullah s.a.w. engkau hai Abu ‘Abdillah, apakah mau jika aku cambuk, atau maukah mengakui sebagaimana pendapatku ?“
Imam Hanbal tetap dalam pendiriannya, tidak mau mengakui. Maka Baginda menoleh kepada algojo, seraya perintahnya :
“Ayo bawalah dia, cambuk. biar mampus !”
Lalu Imam Ahmad dibawanya ke tempat penyiksaan. Dicambuknya satu kali, diterima oleh Imam Ahmad dengan ucapan (Bismillah).
Pada pukulan kedua kali, beliau mengucap: (La haula wala quwwata illa billah).
Pada pukulan ketiga kalinya, beliau menyatakan :
(Memang betul, Qur’an firman Tuhan, bukan barang makhluq)
Pada pukulan keempat kalinya, beliau mengucap :
(Qul lan yushibana illa ma kataballahu lana).
Katakanlah tidak bisa akan menimpa kita, kecuali jika memang sudah ditakdirkan Allah).
Demikianlah Imam Ahmad didera terus-memerus sampai dua puluh tujuh kali. Dalam pada itu tali celananya putus. Celanapun merosot ke bawah. Imam Ahmad menengadah ke langit, bibirnya berkumat-kamit entah apa yang dibacanya. Aneh ...... itu celananya lantas naik lagi sampai pinggang dan menjadi erat dengan sendirinya.
Tujuh hari sesudah peristiwa itu, aku datang mengunjungi Imam Ahmad dalam tempat tahanannya Saya tanyakan kepadanya :
“Apa yang kau baca waktu didera itu sehingga celanamu menutup lagi dengan sendirinya ?““Ku baca” (Allahumma, inni asluka bismikalladzi malaat bihil ‘Arsy )
Ya Tuhan, aku mohon déngan nama-Mu, nama-Mu yang meliputi seluruh jagat ‘Arsy. Engkau tahu kalau memang aku ini benar, aku mohon supaya ditutup kembali auratku ini”.

SETIA KAWAN
Kata Abu Ja’far al Anbaniy :
Ketika saya mendapat kabar bahwa Imam Ahmad akan dihadapkan di muka Baginda Alma’mun, segera saya menyeberangi sungai Efrat (Furat). Aku jumpai beliau dalam tempat tahanannya ; setelah aku memberi salam, beliau menegor, katanya :
“Saya kira Saudara cape bukan ?“
“Tidak sahutku. Lalu aku beramanat kepadanya, kataku :
“Saudara, Engkau sekarang sèbagai pemimpin ummat, rakyat dibelakangmu akan mengikuti jejak langkahmu. Jika engkau mengakui bahwa Qur’an itu ciptaan, rakyatpun akan berkata demikian juga, tetapi jika engkau tetap dalam pendirianmu, tidak mau mengakui, rakyatpun akan patuh mengikuti katamu itu. Sekalipun engkau tidak mati dibunuh, namun suatu waktu engkau akan mati juga. Karenanya hendaklah engkau bertaqwa kepada Allah, agar tetap dalam pendirianmu, jangan mau mengakui samasekali”.
Demi mendengar amanat dan Imam Abu Ja’far itu, berlinang air mata Imam Ahmad, dan katanya :
“Masya Allah — Segala-galanya menurut bagaimana kehendak Allah jua”.
“Maukah kau berjanji setia kepadaku?”“Aku berjanji demikian”
“Masya Allah, Masya Allah”
Kata Ahmad bin Khassan
Waktu aku bersama Imam Ahmad bin Hanbal dihadapkan di muka Baginda Alma’mum, kami berdua disambut oleh seseorang pegawai istana, dengan cucuran air mata. Orang itu menyatakan duka citanya sambil menyapu air matanya, katanya :
“Tuan, pilu rasa hatiku melihat peristiwa yang menimpa diri tuan berdua”
Dalam pada itu Amirul Mu’minin telah menghunus pedangnya. Kulit penadah darahpun sudah dihamparkan. Lalu katanya :
“Demi keturunanku, sebagai anak cucu Rasulullah s.a.w. tidak akan kumasukkan pedang ini ke dalam sarungnya, jika kamu berdua tetap tidak mau mengakui, bahwa Qur’an itu barang ciptaan”
Imam Ahmad lantas berlutut, sambil menengadah ke langit dan berdo’a.
Haripun malamlah. Tiba-tiba suasana menjadi gempar, hiruk-pikuk suara tañgis di dalam Istana. Apa yang terjadi?
Sesosok tubuh manusia datang berlari-lani mengabarkan kepada kami, katanya :
“Benar Tuan, benar ucapan tuan tadi, bahwa Qur’an benar-benar firman Allah, bukan barang ciptaan. Tuan-tuan dengar? Amirul Mu’minin sudah meninggal, barusan tadi ini”.

PEMBEBASAN
Kata Ibn ‘Iyadh :
Hampir dua tahun setengah Imam Hanbal meringkuk dalam penjara, didera dan disiksa sampai pingsan, ditusuk-tusuk dengan ujung pedang, dilemparkan dan diinjak-injak.
Demikianlah penanggungan Imam Hanbal yang dideritanya sampai zaman Khalifah Mu’tashim. Kemudian digantikan olel Khalifah Watsiq. Bahkan pada masa Khalifah Watsiq, lebih berat lagi penderitaan Imam Hanbal. Karenanya beliau melarikan diri, bersembunyi-sembunyi, sampai Khalifah Watsiq meninggal.
Setelah pemerintahan dipegang oleh Khalifah Mutawakkil, beliau dibebaskan, dihormat dan dijunjung tinggi. Oleh Khalifah dimaklumkan bahwa semua rakyat harus kembali kepada Sunnah Nabi sebagaimana semula, dan bahwa Qur’an tetap firman Allah, bukan ciptaan. Imam Ahmad bin Hanbal dibebaskan.
Terhadap kaum Mu’tazilah akan diambil tindakan keras yang setimpal. Waktu Imam Ahmad berkunjüng ke Istana, Khalifah Mutawakkil berkata kepada bundanya : “Bunda, orang inilah yang telah menyemarakkan Negara kita”.
Oleh Khalifah, Imam Hanbal dikenakan baju kebesaran nan indah cemerlang. Berlinang airmata Imam Hanbal. Bukan senang, bukan gembira, menerima hadiah anugerah seindah itu, tetapi bertambahlah susah dan gelisah hatinya, sebagaimana beliau nyatakan :
“Terhindar dari malapetaka sengsara, kini aku terjerumus dalam kemewahan hidup yang menggelisahkan hatiku”.
Setelah pulang, pakaian kebesaran itu ditinggalkan dan dicampakkánnya.

W A F A T
Sembilan hari sudah Imam Hanbal gering, berbaring di atas tempat tidurnya. Sakitnya semakin hari, semakin keras. Banyak rakyat datang menengok, berduyun-duyun sehingga di rumah di jalan-jalan penuh sesak, orang berjejal, sehingga rumahnya perlu dijaga oleh Polisi Keamanan.
Pada hari Jum’ah, bulan Rabi’ulawal, tahun 241 H. arwah beliau membubung ke langit, pulang ke hadhirat Tuhan.

PERKEMBANGAN MADZHAB HANBALI
Sebagaimana tumbuhnya, maka Madzhab Hanbali ini, mulai berkembang di Baghdad; dan sana mengembang ke tanah Siriya, terus ke Irak, Mesir dan Hejaz. Madzhab jut tidak begitu banyak penganutnyà.
----------------------------------------------------------------
Empat Besar Sahabat-sahabat Rasulullah dan Imam Madzhab, M. Said, Penerbit PT. Alma’arif Bandung, cetakan ke-IV, halaman 112-128

Tidak ada komentar:

Posting Komentar