Jumat, 09 November 2012

DELEGASI NASRANI NAJRAN

Waktu sedang sengit-sengitnya terjadi polemik antara Muhammad dengan orang-orang Yahudi itu, delegasi pihak Nasrani dan Najran tiba di Medinah, terdiri dari enam puluh buah kendaraan. Di antara mereka terdapat orang-orang terkemuka, orang-orang yang sudah mempelajari dan menguasai seluk-beluk agama mereka. Pada waktu itu penguasa-penguasa Rumawi yang juga menganut agama Nasrani sudah memberikan kedudukan, memberikan bantuan harta, memberikan bantuan tenaga serta membuatkan gereja-gereja dan kemakmuran buat kaum Nasrani Najran itu. Boleh jadi delegasi ini datang ke Medinah hanya karena mereka sudah mengetahui adanya pertentangan antara Nabi dengan orang-orang Yahudi, dengan harapan mereka akan dapat mengobarkan pertentangan itu lebih hebat sampai menjadi permusuhan terbuka. Dengan demikian orang-orang Nasrani yang berada di perbatasan Syam dan Yaman dapat membebaskan diri dan intrik-intrik Yahudi dan sikap permusuhan orang-orang Arab.
Dengan datangnya delegasi ini dan polemiknya dengan Nabi serta dibukanya kancah pertarungan teologis yang sengit antara orang-orang Yahudi, Nasrani dan Islam maka ketiga agama Kitab ini sekarang berkumpul. Dari pihak Yahudi, mereka memang menolak samasekali ajaran Isa dan Muhammad, yang dasarnya karena sikap keras kepala seperti yang sudah kita lihat. Mereka mendakwakan bahwa ‘Uzair itu putra Allah. Sedang pihak Nasrani, paham mereka adalah Trinitas dari menuhankan Isa : Sebaliknya Muhammad, ia mengajak orang kepada keesaan Tuhan dan kepada kesatuan rohani yang sudah diatur oleh alam sejak awal yang ajali sampai pada akhir yang abadi — sejak dunia ini berkembang sampai ke akhir zaman. Orang-orang Yahudi dan Nasrani itu bertanya kepadanya, kepada siapa-siapa di antara para rasul itu beriman. Ia menjawab : “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan-Nya kepadu kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub serta anak-cucunya, dan apa yang telah diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang telah diberikan Tuhan kepada nabi-nabi. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami pun patuh kepada-Nya.” (QS 2:136)
Ia sangat menyesalkan sikap mereka yang sifatnya hendak menimbulkan keraguan dengan cara bagaimanapun tentang keesaan Tuhan. Diingatkannya mereka, bahwa mereka telah mengubah kata-kata dari aslinya dalam kitab-kitab mereka itu dan bahwa mereka ternyata berlainan haluan dan apa yang telah ditempuh oleh para nabi dan rasul-rasul yang sudah mereka akui kenabiannya, dan bahwa apa yang diajarkan oleh Isa, oleh Musa dan oleh mereka yang sudah terdahulu, sedikit pun tidak berbeda dari apa yang diajarkannya sekarang. Apa yang telah diajarkan mereka itu, adalah Kebenaran Abadi yang akan tampak jelas dan sederhana sekali bagi setiap orang yang berjiwa pantang tunduk selain kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ia akan melihat Alam ini sebagai suatu kesatuan yang tak terpisah-pisah, Ia akan melihatnya dengan pandangan hati nurani yang lebih tinggi di atas segala kehendak dan tujuan yang bersifat sementara, di atas segala dorongan materi; lepas dari sifat tunduk buta kepada segala ilusi dan angan-angan orang awam, kepada yang diterimanya dari nenek-moyang mereka.

PERTEMUAN TIGA AGAMA

Di manakah ada suatu pertemuan yang hakekatnya lebih besar dari pertemuan yang kini dialami oleh Yathrib? Tiga agama bertemu di tempat ini, yang sampai sekarang saling mempengaruhi perkembangan dunia. Di tempat ini ketiganya bertemu untuk suatu tujuan dan cita-cita yang tinggi dan mulia. Ini bukanlah suatu pertemuan ekonomi, juga bukan dengan suatu tujuan materi, yang sampai saat ini dikejar-kejar dunia namun tiada juga berhasil — melainkan tujuannya adalah rohani semata-mata. Dalam hal Nasrani dan Yahudi ini, di belakangnya berdiri ambisi-ambisi politik serta keinginan-keinginan orang-orang beruang dan berkuasa. Sebaliknya Muhammad, tujuannya adalah rohaniah dan perikemanusiaan semata-mata, yang jalannya telah ditunjukkan Tuhan kepadanya dengan bentuk kata yang dialamatkan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani serta seluruh umat manusia. Dikatakan-Nya kepada mereka : “Katakanlah : “Orang-orang Ahli Kitab! Marilah kita menerima suatu istilah yang sama antara kami dengan kamu; bahwa tak ada yang akan kita sembah selain Allah, dan bahwa kita takkan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, dan tidak pula antara kita saling mempertuhan satu sama lain, .selain daripada Allah.’ Tetapi kalau mereka menyimpang juga, katakanlah : Saksikanlah, bahwa kami ini orang-orang Muslimin.” (QS 3 : 64)
Apa pula yang akan dapat dikatakan oleh orang-orang Yahudi, yang akan dapat dikatakan oleh orang-orang Nasrani atau oleh yang lain, mengenai ajakan ini : Jangan menyembah apa dan siapa pun selain Allah, jangan mempersekutukan-Nya dan jangan pula saling mempertuhan satu sama lain selain daripada Allah! Bagi jiwa yang benar-benar jujur, jiwa manusia yang telah mendapat kehormatan dengan adanya akal pikiran dan perasaan, tidak bisa lain tentu akan beriman kepada ini, tanpa yang lain. Akan tetapi, dalam arti hidup manusia, di samping segi rohani, juga ada segi materinya. Kelemahan ini yang membuat kita dapat menerima pihak lain menguasai kita, dengan jalan membeli nyawa kita, jiwa kita, kalbu kita. Ilusi ini yang telah membunuh kehormatan, perasaan serta cahaya hati nurani manusia. Segi materi ini, yang tergambar dalam bentuk harta dan kekayaan, dalam kepalsuan gelar-gelar dan pangkat, yang telah membuat Abu Haritha — salah seorang Nasrani Najran yang paling luas ilmu dan pengetahuannya — pernah mengeluarkan isi hatinya kepada salah seonang teman, bahwa ia yakin pada apa yang dikatakan Muhammad itu. Setelah temannya itu bertanya : “Apa lagi yang masih merintangi kau menerima ajarannya. kalau kau sudah mengetahui ini?” “Yang masih merintangi aku ialah apa yang sudah diberikan orang kepada kami,” jawabnya. “Kami sudah diberi kedudukan, diberi harta dan kehormatan. Dan yang mereka kehendaki supaya kami menentangnya.
Kalau kuterima ajakannya itu tentu semua yang kaulihat ini akan dicop dari kami.”
Kepada ajaran inilah orang-orang Yahudi dan Nasrani itu oleh Muhammad diajak. Orang-orang Nasrani diajaknya saling berdoa (Yula’inu, sama maksudnya dengan Yabtahilu, atau mubahala yang dalam terjemahan ini dipakai kata saling berdoa. Nabi mengusulkan kepada pihak Kristen mengadakan suatu mubahala, suatu pertemuan khidmat, dengan masing-masing pihak yang mempertahankan pendiriannya berdoa sungguh-sungguh kepada Allah, agar Tuhan menjatuhkan laknat kepada pihak yang berdusta. “Barangsiapa membantah engkau tentang itu, sesudah datang pengetahuan padamu, katakanlah : Marilah kita kumpulkan anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita-wanita kami dan wanita-wanita kamu. diri kami sendiri dan diri kamu, kemudian kita berdoa sungguh-sungguh kepada Allah. Kita mintakan agar laknat Tuhan dijatuhkan kepada pihak yang dusta.” (QS 3 : 61). Mereka yang benar-benar murni dan benar-benar yakin takkan ragu-ragu dalam hal ini. Tetapi pihak Kristen di sini ternyata mengundurkan diri), sedang dengan pihak Yahudi sudah ada perjanjian perdamaian. Dalam pada itu pihak Kristen telah pula mengadakan permusyawaratan antara sesama mereka, yang hasilnya kemudian diberitahukan kepadanya, bahwa mereka tidak akan saling berdoa dan akan membiarkannya ia dengan agamanya itu dan mereka kembali kepada agama mereka. Tetapi mereka juga melihat, betapa cenderungnya Muhammad menjalankan keadilan itu, yang juga diikuti jejaknya oleh sahabat-sahahatnya. Oleh karena itu mereka minta supaya ada seorang yang dapat dikirimkan bersama-sama mereka guna mengadili masalah-masalah yang bagi mereka sendiri masih merupakan perselisihan pendapat. Dalam hal ini Muhammad mengutus Abu ‘Ubaida ibn’l-Jarrah guna memutuskan hal-hal yang diperselisihkan itu.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 219-222

Tidak ada komentar:

Posting Komentar