Sabtu, 01 Desember 2012

AGAMA KRISTEN DAN PERANG

Misi-misi penginjil itu berkata : Tetapi jiwa Kristen itu secara mutlak menjauhkan diri dari peperangan. Di sini saya tidak bermaksud membahas benar tidaknya kata-kata itu. Akan tetapi di hadapan kita sejarah Kristen adalah saksi yang jujur, juga di hadapan kita sejarah Islam adalah saksi yang jujur pula. Sejak masa permulaan agama Kristen hingga masa kita sekarang ini seluruh penjuru bumi telah berlumuran darah atas nama Almasih. Telah dilumuri oleh Rumawi, dilumuri oleh bangsa-bangsa Eropa semua. Perang-perang Salib terjadi karena dikobarkan oleh orang-orang Kristen, bukan oleh orang Islam. Mengalirnya pasukan-pasukan tentara sejak ratusan tahun dari Eropa menuju daerah-daerah Islam di Timur, adalah atas nama Salib : peperangan, pembunuhan, pertumpahm darah. Dan setiap kali, paus-paus sebagai pengganti Jesus, memberi berkah dan restu kepada pasukan-pasukan tentara itu, yang bergerak maju hendak menguasai Bait’l-Maqdis (Yerusalem) dan tempat-tempat suci Kristen lainnya.
Adakah barangkali paus-paus itu semua orang-orang yang sudah menyimpang dari agamanya (heretik) ataukah kekristenan mereka itu yang palsu? Ataukah juga karena mereka itu pembual-pembual yang bodoh, tidak mengetahui bahwa agama Kristen secara mutlak menjauhkan diri dari perang? Atau akan berkata : Itu adalah Abad Pertengahan, ahad kegelapan; janganlah agama Kristen juga yang diprotes. Kalau itu juga yang kadang mereka katakan, maka abad kedua puluh ini, masa kita hidup sekarang ini pun, yang biasa disebut abad kemajuan dan humanisma — toh dunia juga telah mengalami nasib seperti yang dialami oleh Abad-abad Pertengahan yang gelap itu. Sebagai wakil Sekutu — Inggris, Prancis, Itali, Rumania dan Amerika — Lord Allenby berkata di Yerusalern, pada penutup Perang Dunia Pertama, ketika kota itu didudukinya dalam tahun 1918 : “Sekarang Perang Salib sudah selesai.”

ORANG-ORANG SUCI DALAM ISLAM DAN KRISTEN
Apabila di kalangan orang-orang Kristen ada orang-orang suci yang dalam berbagai zaman menolak adanya perang dan dalam arti persaudaraan insani mereka telah mencapai puncaknya, bahkan persaudaraannya dengan unsur-unsur alam semesta, maka di kalangan kaum Muslimin juga ada orang-orang suci, yang jiwanya sudah begitu luhur. Mereka mengadakan komunikasi dalam arti persaudaraan, kasih-sayang dan emanasi dengan alam semesta ini, dengan jiwa yang sudah sarat oleh pengertian kesatuan wujud. Tetapi orang-orang suci itu — baik dari kalangan Kristen atau Islam — kalaupun mereka sudah mencerminkan cita-cita yang luhur, namun mereka tidak menerjemahkan kehidupan insani dalam perkembangannya yang terus-menerus serta dalam perjuangannya mencapai kesempurnaan, yakni kesempurnaan yang hendak kita coba mencerminkannya. Lalu pikiran kita terhenti, imajinasi kita terhenti, tanpa dapat kita pahami seteliti-telitinya, meskipun dalam menggambarkan itu kita sudah cukup mengambil risiko sebagai pendahuluan usaha kita ke arah itu.
Dan kini sudah lampau masa seribu tiga ratus lima puluh tujuh tahun sejak hijrahnya Nabi dan Mekah ke Yathrib itu. Tetapi meskipun begitu dalam berbagai zaman manusia makin hebat juga berlomba-lomba melakukan perang, membuat senjata-senjata jahanam dan fatal. Kata-kata mencegah perang. penghapusan persenjataan dan menunjuk badan arbitrasi, tidak lebih dari kata-kata yang biasa diucapkan pada setiap selesai perang, waktu bangsa-bangsa sedang mengalami kehancuran. Atau ini hanya serangkaian propaganda yang dilontarkan ke tengah-tengah kehidupan oleh orang-orang yang sampai sekarang belum mampu — dan siapa tahu barangkali takkan pernah mampu — mewujudkan hal ini mewujudkan perdamaian yang sebenarnya, perdamaian dengan rasa persaudaraan dan rasa keadilan, sebagai ganti perdamaian bersenjata, sebagai lambang perang yang akan mengantarkan kita kepada kehancuran.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 238-239.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar