Senin, 29 Oktober 2012

MENAHAN DIRI DARI MAKANAN DAN PAKAIAN

Di sini Muhammad adalah contoh kekuatan jiwa yang ideal sekali atas kehidupan ini, suatu kekuatan yang membuat dia sudah tidak peduli lagi akan memberikan segala yang ada padanya kepada orang lain. Itu sebabnya sampai ada orang yang mengatakan : Dalam memberi Muhammad sudah tidak takut kekurangan. Dan supaya jangan ada sesuatu dalani hidup ini yang dapat menguasainya, sebaliknya dia yang harus menguasai maka ia keras sekali menahan diri dalam arti hidup materi, sama kerasnya dengan keinginannya hendak mengetahui segala rahasia yang ada dalam hidup materi itu, ingin mengetahui hakekat sesungguhnya tentang semua itu. Begitu jauhnya ia menahan diri sehingga lapik tempat dia tidur hanya terdiri dari kulit yang diisi dengan serat. Makannya tak pernah kenyang. Tak pernah ia makan roti dan tepung sya’ir’ (Sya’ir termasuk famili Graminea yang mungkin lebih dekat kepada jenis jelai daripada gandum) dua hari berturut-turut. Sebagian besar makannya adalah bubur (Sawiq semacam bubur dibuat dari gandum atau jelai dicampur dengan kurma). Pada hari-hari yang lain ia makan kurma. Jarang sekali ia dan keluarganya dapat makanan roti sop (Tharid biasanya hidangan roti yang dibasahi dengan kuah kaldu dan daging). Bukan sekali saja ia harus menahan lapar. Sudah pernah perutnya diganjal dengan batu untuk menahan teriakan rongga pencernaannya itu.
Itulah yang sudah biasa dikenal tentang makannya, meskipun ini tidak berarti ia pantang sekali-sekali makan makanan yang enak-enak. Juga ia dikenal suka sekali makan kaki anak kambing, labu, madu dan manisan.
Begitu juga kesederhanaannya dalam hal pakaian sama seperti dalam makanan. Suatu hari ada seorang wanita memberikan sehelai pakaian kepadanya yang memang diperlukan. Tetapi kemudian diminta oleh orang lain yang juga memerlukannya guna mengafani mayat. Pakaian itu diberikannya. Pakaiannya yang dikenal terdiri dari sebuah baju dalam dan baju luar, yang terbuat dari wol, katun atau sebangsa serat. Tetapi sekali-sekali ia tidak menolak memakai pakaian dari tenunan Yaman sebagai pakaian yang mewah sesuai dengan acara bila memang menghendaki demikian. Juga alas kaki yang dipakainya sederhana sekali. Tak pernah ia memakai sepatu selain waktu mendapat hadiah dari Najasyi berupa sepasang sepatu dan seluar.
Sungguhpun begitu dalam hal menahan diri dari menjauhi masalah duniawi bukanlah berarti ia hidup menyiksa diri. Cara ini juga tidak sesuai dengan ajaran agama. Dalam Quran dapat dibaca : “Makanlah dan makanan yang baik yang sudah Kami berikan kepadamu.” (QS. 2 : 57)
“Dan tempuhlah kebahagiaan akhirat seperti yang dianugerahkan Allah kepadamu, tapi juga jangan kau lupakan kebahagiaan hidup duniawi. Dan berbuatlah kebaikan kepada orang lain seperti Allah telah berbuat baik kepadamu.” (QS 28 : 77)
Dan dalam hadits : “Berbuatlah untuk duniamu seolah kau akan hidup selama-lamanya, dan berbuat pula untuk akhiratmu seolah-olah kau akan mati besok.”
Akan tetapi Muhammad ingin memberikan teladan yang begitu tinggi kepada manusia tentang anti kekuatan dalam menghadapi hidup itu, suatu kekuatan yang tak dapat dipengaruhi oleh perasaan lemah, tak dapat diperbudak oleh kekayaan, oleh harta-benda, oleh kekuasaan atau oleh apa saja yang akan menguasainya, selain Allah. Persaudaraan yang didasarkan kepada kekuatan, yang manifestasinya telah diberikan oleh Muhammad sebagai teladan tertinggi seperti yang sudah kita lihat itu, adalah persaudaraan murni yang sungguh ikhlas dan mulia, suatu persaudaraan yang bersih samasekali. Sebabnya ialah karena adanya rasa keadilan yang terjalin dalam kasih-sayang dan karena yang bersangkutan hanya didorong oleh kemauan sendiri yang bebas mutlak. Tetapi, oleh karena Islam menyertakan rasa keadilan di samping rasa kasih-sayang itu, maka ia juga menyertakan maaf di samping keadilan itu, maaf yang dapat diberikan bila mampu. Rasa kasih-sayang demikian itu hendaklah dengan hati terbuka dan benar-benar, dan hendaklah dengan tujuan mau mencapai perbaikan yang sungguh-sungguh.

SUNAH MUHAMMAD
Inilah dasar yang telah diletakkan oleh Muhammad dalam membangun peradaban baru itu, yang dengan jelas tersimpul dalam cerita yang diambil dari Ali bin Ahi Talib ketika ia bertanya kepada Rasulullah tentang sunahnya, dengan dijawab :
“Ma’rifat adalah modalku, akal pikiran sumber agamaku, cinta adalah dasar hidupku, rindu kendaraanku, berzikir kepada Allah adalah kawan dekatku, keteguhan perbendaharaanku, duka adalah kawanku, ilmu adalah senjataku, ketahahan adalah pakaianku, kerelaan sasaranku, faqir adalah kebanggaanku, menahan diri adalah pekerjaanku, keyakinan makananku, kejujuran perantaraku, ketaatan adalah ukuranku berjihad perangaiku dan hiburanku adalah dalam sholat.”
---------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 212-214

Tidak ada komentar:

Posting Komentar