Rabu, 15 Agustus 2012

CERITA IBN HISYAM TENTANG ISRA’

Demikian cerita Dermenghem tentang Isra’ dan Mi’raj. Kita pun dapat melihat, apa yang diceritakannya itu memang tersebar luas dalam buku-buku sejarah hidup Nabi, sekalipun akan kita lihat juga bahwa semua itu berbeda-beda. Di sana sini dilebihi atau dikurangi.
Salah satu contoh misalnya cerita Ibn Hisyam melalui ucapan Nabi ‘alaihissalam sesudah berjumpa dengan Adam di langit pertama, ketika mengatakan: “Kemudian kulihat orang-orang bermoncong seperti moncong unta, tangan mereka memegang segumpal api seperti batu-batu, lalu dilemparkan ke dalam mulut mereka dan keluar dari dubur. Aku bertanya : “Siapa mereka itu, Jibril’?”“ Mereka yang memakan harta anak-anak yatim secara tidak sah”, jawab Jibril. Kemudian kulihat orang-orang dengan perut yang belum pernah kulihat dengan cara keluarga Fir’aun menyeberangi mereka seperti unta yang kena penyakit daam kepalanya, ketika dibawa ke dalam api. Mereka diinjak-injak tak dapat beranjak dan lempat mereka. Aku bertanya: “Siapa mereka itu, Jibril?”“Mereka itu tukang-tukang riba”, jawabnya. Kemudian kulihat onang-orang, di hadapan mereka ada daging yang gemuk dan baik, di samping ada daging yang huruk dan busuk. Mereka makan daging yang buruk dan busuk itu dan meninggalkan yang gemuk dan baik. Aku bertanya: “Siapakah mereka itu, Jibril?”” Mereka orang-orang yang meninggalkan wanita yang dihalalkan Tuhan dan mencari wanita yang diharamkan”, jawabnya. Kemudian aku melihat wanita-wanita yang digantungkan pada buah dadanya. Lalu aku bertanya: “Siapa mereka itu, Jibril?”” Mereka itu wanita yang memasukkan laki-laki lain bukan dari keluarga mereka Kemudian aku dibawa ke surga. Di sana kulihat seorang budak perempuan, bibirnya merah. Kutanya dia: “Kepunyaan siapa engkau?” — Aku tertarik sekali waktu kulihat. “Aku kepunyaan Zaid ibn Haritha,” jawabnya. Maka Rasulullah s.a.w. lalu memberi selamat kepada Zaid ibn Haritha.”
Selain dari buku Ibn Hisyam ini, dalam buku-buku sejarah hidup Nabi yang lain dan dalam buku-buku tafsir orang akan melihat bermacam-macam hal lagi di samping itu. Sudah menjadi hak setiap penulis sejarah bila akan bertanya-tanya sampai di mana benar ketelitian dan penyelidikan yang mereka adakan dalam hal ini semua: mana yang boleh dijadikan pegangan (askripsi) sampai kepada Nabi sesuai dengan pegangan yang sahih (otentik), dan mana pula yang hanya berupa buah khayal orang-orang tasauf dan sebangsanya.
Kalau di sini tidak cukup ruangan untuk mengadakan ketentuan atau penyelidikan dalam bidang tersebut, dan kalau bukan pula di sini tempatnya untuk menyatakan apakah isra’ dan miraj itu keduanya dengan jasad, ataukah miraj dengan ruh dan isra’ dengan jasad, ataukah isra’ dan mi’raj itu semuanya dengan ruh — maka sudah tentu bahwa tiap pendapat itu akan ada dasarnya pada ahli-ahli ilmu kalam dan tak ada salahnya kalau atas pendapat-pendapat itu orang menyatakan pendiriannya sendiri yang akan berbeda pula satu dan yang lain.
Jadi barangsiapa yang mau menyatakan pendapatnya, bahwa isra’ dan mi’raj itu keduanya dengan ruh, maka dasarnya adalah seperti yang kita kemukakan tadi dan sudah berulang-ulang pula disebutkan dalam Quran dan diucapkan Rasul.
“Sungguh aku ini manusia seperti kamu juga; hanya aku diberi wahyu. Tetapi Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa,” (QS 18 : 110) dan bahwa satu-satunya mukjizat Muhammad ialah Quran dan “Bahwasanya Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang mempersekutukan-Nya tetapi Dia mengampun segala dosa selain (syirik) itu, siapa saja yang dikehendakinya“ (QS 4 : 48)
Orang yang berpendapat demikian ini — sebenarnya melebihi yang lain — ia akan bertanya, apa sebenarnya arti isra’ dan mi’raj itu. Di sinilah letak pendapat yang ingin kita kemukakan. Kita belum mengetahui, sudah adakah orang mengemukakan hal ini sebelum kita, atau belum.
-----------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 155-156

Tidak ada komentar:

Posting Komentar