Selasa, 21 Februari 2012

Pedoman Pergaulan dalam Rumah Tangga

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِيَسْتَـْٔذِنكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمٰنُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا۟ الْحُلُمَ مِنكُمْ ثَلٰثَ مَرّٰتٍ ۚ مِّن قَبْلِ صَلَوٰةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُم مِّنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنۢ بَعْدِ صَلَوٰةِ الْعِشَآءِ ۚ ثَلٰثُ عَوْرٰتٍ لَّكُمْ ۚ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌۢ بَعْدَهُنَّ ۚ طَوّٰفُونَ عَلَيْكُم بَعْضُكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّـهُ لَكُمُ الْءَايٰتِ ۗ وَاللَّـهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu : sebelum sholat subuh, ketika kamu menanggalkan pakajan (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada Sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 24 : 58).

وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفٰلُ مِنكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَـْٔذِنُوا۟ كَمَا اسْتَـْٔذَنَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۚ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّـهُ لَكُمْ ءَايٰتِهِۦ ۗ وَاللَّـهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 24 : 59).

وَالْقَوٰعِدُ مِنَ النِّسَآءِ الّٰتِى لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجٰتٍۭ بِزِينَةٍ ۖ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ ۗ وَاللَّـهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 24 : 60).

لَّيْسَ عَلَى الْأَعْمَىٰ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ وَلَا عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَن تَأْكُلُوا۟ مِنۢ بُيُوتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ ءَابَآئِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أُمَّهٰتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ إِخْوٰنِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخَوٰتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَعْمٰمِكُمْ أَوْ بُيُوتِ عَمّٰتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخْوٰلِكُمْ أَوْ بُيُوتِ خٰلٰتِكُمْ أَوْ مَا مَلَكْتُم مَّفَاتِحَهُۥٓ أَوْ صَدِيقِكُمْ ۚ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَأْكُلُوا۟ جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا ۚ فَإِذَا دَخَلْتُم بُيُوتًا فَسَلِّمُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِّنْ عِندِ اللَّـهِ مُبٰرَكَةً طَيِّبَةً ۚ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّـهُ لَكُمُ الْءَايٰتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada penghuninya, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat (Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. (QS. 24 : 61).

Latar Belakang Turunnya Ayat
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa orang-orang pada waktu itu apabila berkunjung ke rumah bapaknya, atau rumah saudaranya, rumah saudarinya, rumah pamannya, atau rumah saudara ibunya, biasa bersama-sama dengan orang buta, pincang atau sakit. Orang-orang yang diajaknya merasa berkeberatan dengan berkata : “Mereka membawa kamu ke rumah orang lain”. Maka turunlah ayat ini (QS. 24 : 61) sebagai kelonggaran bagi mereka untuk makan di rumah orang lain. Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dari Ma’mar dari Ibnu Abi Najih yang bersumber dari Mujahid.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ketika turun ayat “ya ayyuhal ladzina amanu la ta’kulu amwalakum bainakum bil bathili” sampai dengan akhir ayat (QS. 24 : 29). Kaum Muslimin menghentikan makan di tempat orang lain, padahal mereka beranggapan bahwa menjamu makan itu adalah memanfaatkan harta yang paling utama. Maka turunlah ayat tersebut di atas (QS. 24 : 61) memberikan kelonggaran untuk makan yang disediakan untuk mereka. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari lbnu Abbas.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa orang-orang Madinah sejak sebelum Nabi s.a.w. diutus sebagai Rasul, tidak suka makan bersama-sama orang yang buta, orang sakit atau orang pincang, karena orang buta tidak akan dapat melihat makanan yang enak, dan makanan orang yang sakit tidak cocok dengan makanan orang sehat, dan orang yang pincang tidak dapat berebut makanan. Ayat ini (QS. 24 : 61) turun untuk mengubah kebiasaan mereka. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ad-Dlahhaq.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa orang-orang Madinah tidak suka makan bersama-sama dengan orang buta atau orang pincang. Ayat ini (QS. 24 : 61) turun berkenaan dengan peristiwa di atas untuk mengubah kebiasaan mereka. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muqsin.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ketika al-Harts pergi mengikuti Rasulullah s.a.w. berjihad, ia meminta Khalid bin Zaid untuk menjaga keluarganya. Akan tetapi Khalid merasa berkeberatan untuk makan di rumah Harts, karena ia sangat berhati (takut melanggar hukum). Maka turunlah ayat ini (QS. 24 : 61) membenarkan makan yang disuguhkan kepadanya. Diriwayatkan oleh at-Tsa’labi di dalam tafsirnya yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Kaum Muslimin, apabila berangkat mengikuti Rasulullah saw. berjihad, menyerahkan kunci-kunci rumahnya kepada orang-orang invalid, dan menghalalkan mereka untuk makan apa yang mereka inginkan. Mereka berkata: “Sebenarnya tidak halal bagi kita makan makanan mereka karena mereka memberikan idzin tidak dengan kerelaan Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (QS. 24 : 61) untuk memberikan kelonggaran kepada mereka untuk makan di rumah orang yang mengidzinkannya dengan menyerahkan kunci-kunci rumahnya. Diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan sanad yang shahih yang bersumber dari ‘Aisyah.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa az-Zuhri ditanya tentang maksud kata-kata orang buta, orang pincang dan yang sakit yang tersebut dalam ayat-ayat “Laisa ‘alal a’ma haraj”(QS. 24: 61). Ia menjawab: “Aku telah menerima hadits dari Abdullah bin Abdilah yang berkata bahwa Kaum Muslimin apabila berangkat berjihad menyerahkan kunci-kunci rumahnya kepada orang-orang yang invalid untuk menjaga rumah-rumah itu dan menghalalkan makan apa saja yang ada di rumab itu. Akan tetapi yang dititipi kunci merasa enggan sekali pun hanya untuk ke rumah itu”. Ayat ini menegaskan bahwa mereka dibolehkan untuk masuk ke dalam rumah itu dan makan setelah mengucapkan salam. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari az-Zuhri.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat “Laisa ‘alaikum junahun an ta’kulu jami’an au asytatan” turun berkenaan dengan segolongan bangsa Arab yang tidak dapat makan sendirian, sehingga kadang-kadang makanan itu dibawa-bawa sampai mendapatkan orang yang menemaninya makan. Ayat ini (QS. 24 : 61) membenarkan mereka makan bersama-sama ataupun sendirian. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah.

Dalain riwayat lain dikemukakan bahwa apabila datang tamu ke rumah kaum Anshar, mereka tidak mau makan kecuali bersama tamunya. Ayat ini (QS. 24 : 61) turun sebagai kelonggaran mereka untuk makan bersama atau pun sendiri-sendiri. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah dan Abi Shalih.
---------------
Bibliography :
Al Qur'aan dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Depag, Pelita II/ 1978/ 1979, halaman 554 - 555.
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke -5, 1985, halaman 360 – 362.
Tulisan Arab Al-Qur'an  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar