Kamis, 12 Januari 2012

MASJID AGUNG SURAKARTA

Mesjid Ageng Surakarta Hadiningrat dari luar pagar
Masjid Agung Surakarta terletak di Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Didirikan oleh Raja Surakarta Paku Buwono III (PB III) pada tahun 1785 lalu atau menurut tahun Jawa 1689. Bangunan seluruh pilar atau lainnya dari kayu jati yang berasal dari hutan Donoloyo (Alas Donoloyo) yang usianya sudah sangat tua. Yang menarik lagi, konon kubah (mustoko) Masjid pada zaman dulu dilapisi dengan emas murni seberat 7,5 kilogram terdiri dari uang ringgit emas sebanyak 192 buah. Pemasangan lapisan kubah Masjid itu diprakarsai oleh Sri Susuhunan PB VII pada tahun 1878 atau tahun Jawa 1786 dengan condro sangkolo “Rasa Ngesti Muji ing Allah”. Tapi kubah emas itu sekarang sudah tidak ada lagi. Bentuk bangunan Masjid Agung Surakarta memang menyerupai Masjid Agung Demak. Arsitekturnya mengandung filsafat Islam. Atap-atap masjidnya sarat mengandung makna.
Untuk atap pertama (bagian terbawah) yang lebar, mengandung makna bahwa dalam hidup ini kita harus dapat NGAYOMI (melindungi) umat untuk menjalankan perintah agamanya.
Atap kedua yang agak sempit bermakna bahwa perlindungan terhadap umat pilihan yang JUMLAHNYA SEDIKIT, artinya sudah menuju jalan kesempurnaan.
Sedangkan atap ketiga yang teratas melambangkan ilmu hakekat, yaitu gambaran bagi umat yang paling atas tingkatannya yaitu KEKASIH ALLAH atau “MUKHIBBIN”. Mereka ini orang yang benar-benar “MUTTAQIEN” menjauhi larangan dan menjalankan segala perintah Allah SWT.

Mesjid Ageng Surakarta Hadiningrat dari dalam pagar

Masjid Agung Surakarta merupakan salah satu masjid kuno di Indonesia yang menjadi salah satu saksi perkembangan Islam dan pelaksanaan ritual keagamaan di Keraton Surakarta. Masjid ini terletak di sisi Barat Alun-Alun Surakarta. Dari jauh, sebuah gapura unik berwarna putih yang dibangun pada masa Paku Buwana X menjadi penanda keberadaan masjid ini. Memasuki gapura, wisatawan akan memasuki serambi masjid yang menjorok ke depan (tratag rambat) yang pada bagian depannya membentuk kuncung. Sebelum memasuki masjid, Anda dapat membasuh kaki pada kolam air yang mengelilingi serambi masjid. Kolam air ini dimaksudkan sebagai batas suci, sehingga kaki para jamaah atau pengunjung yang ingin memasuki masjid bisa dipastikan sudah bersih.
Pada ruang utama, wisatawan bisa menyaksikan dekorasi bangunan yang ditopang oleh 4 tiang utama (saka guru) dan 12 tiang tambahan (saka rawa). Dalam ruang utama ini terdapat mihrab (ruang shalat Imam) dan mimbar yang digunakan oleh Khatib pada saat shalat Jumat. Di kompleks Masjid Agung Surakarta juga terdapat kelengkapan lain, seperti tempat wudhu, Pawestren (tempat shalat untuk wanita), Balai Musyawarah, serta Pagongan, yaitu bangunan pendapa di kanan kiri masjid yang digunakan sebagai tempat gamelan ketika diadakan Upacara Garebeg Sekaten (upacara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad). Terdapat juga sebuah istal (garasi kereta kuda) yang dahulu digunakan sebagai tempat memarkir kereta Susuhunan setiap Shalat Jumat maupun ketika menghadiri Upacara Garebeg. Sebuah menara azan juga menghiasi halaman masjid yang dibangun dengan gaya menara kutab Minar di India. Hal menarik lainnya, sampai sekarang takmir Masjid Agung Surakarta masih menggunakan jam Istiwak, yaitu penunjuk waktu yang menggunakan patokan posisi matahari untuk menentukan waktu shalat. Jam Istiwak yang terdapat di halaman masjid ini menggunakan jarum penunjuk berupa sebatang logam, yang berdiri di atas pelat perunggu berbentuk setengah lingkaran dengan angka-angka menyerupai jam. Cara kerjanya, takmir masjid akan melihat bayangan batang logam yang tertimpa sinar matahari. Bayangan logam tersebut jatuh pada angka-angka tertentu yang akan digunakan sebagai penentu masuknya waktu shalat.
Di kompleks Masjid Agung Surakarta juga terdapat bangunan yang disebut Gedang Selirang, bangunan tempat tinggal yang diperuntukkan bagi para abdi dalem yang mengurusi masjid. Seperti umumnya masjid-masjid tua di Jawa, di bagian belakang Masjid Agung Surakarta juga terdapat kompleks pemakaman. Salah seorang keturunan Susuhunan yang dimakamkan di kompleks pemakaman ini adalah KPH. Noto Kusumo yang merupakan putera Paku Buwana III.
----------
http://sejarah.kompasiana.com/2010/10/22/masjid-agung-surakarta-sebagai-barometer-kemajuan-umat-islam/
http://www.jogjatrip.com/id/245/masjid-agung-surakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar