Selasa, 08 November 2011

BERHATI-HATI TERHADAP KENDALA-KENDALA KESABARAN

Bagi seluruh manusia khususnya orang beriman dan terutama para mujahid dakwah, apabila ingat tetap teguh dalam kesabaran, harus selalu waspada terhadap gejolak nafsu yang menghalangi perjalanan. Di antara kendala itu ialah :
A. Tergesa-gesa.
Nafsu dan watak manusia cenderung kepada sifat tergesa. Seolah-olah tergesa-gesa atau terburu-buru merupakan bagian dari perwujudan manusia.
Firman Allah :
”Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa.” (QS Al Anbiyaa : 37)

Bila seorang merasa terlalu lama untuk memperoleh apa yang diinginkannya maka hilanglah kesabarannya dan terasa sempit dadanya. Dia lupa bahwa sunnatullah terhadap makhluknya pasti dan tidak berubah. Segala sesuatu telah ditentukan ajalnya, tidak dipercepat tidak juga diperlambat. Tiap buah ada saat matangnya untuk dipelik. Terburu-buru dipetik tidak akan mempercepat matangnya dengan baik. Semua makhluk tunduk kepada sunnatullah, masing-masing berjalan sesuai perhitungan dan ukurannya. Dalam masalah ini Allah SWT berfirman kepada Rasulullah SAW :
”Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari Rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka” (QS Al Ahqaaf : 35).

Jelas di sini bahwa azab terhadap kaum kafir sudah ditentukan waktunya. Kaum musyrik karena kebodohan dan kesesatannya menantang dengan angkuh agar disegerakan azab Allah. Allah SWT memberi jawaban atas tantangan mereka Firman Allah :
”Dan mereka meminta kepadamu supaya segera diturunkan azab. Kalau tidaklah karena waktu yang telah ditetapkan benar-benar telah datang azab kepada mereka, dan azab itu benar-benar akan datang kepada mereka dengan tiba-tiba, sedang mereka tidak menyadarinya”. (QS Al Ankabuut : 53)

B. Marah-marah
Seorang mujahid dakwah dapat saja marah bila mad’u (obyek dakwah) berpaling daripadanya dan menjauhi dakwahnya. Dia kesal, berbuat yang tidak sepantasnya, putus asa kemudian menjauhi mereka. Mujahid dakwah seharusnya bersikap sabar terhadap mad’u dan tidak bosan untuk mengulang-ulangi kembali manuver dakwahnya, dengan harapan semoga hati mereka terbuka. Apabila hanya seorang saja yang tersentuh hatinya oleh nur hidayah maka itu sudah merupakan hasil yang besar dan lebih baik dari perolehan rezeki materi yang diberikan sinar matahani untuk dirinya. Karena itu Allah berfirman kepada Rasulullah SAW :
”Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Rabbmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdo‘a sedang ia dalam keadaan marah (terhadap kaumnya). Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Rabbnya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. Lalu Rabbnya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang shaleh”. (QS Al Qalam : 48 – 50).

Yanq dimaksud dalam ayat ini ialah Nabi Yunus AS. Dalam surat Al Anbiyaa disebut “Dzannun” (yang ditelan oleh annun). Annun artinya ikan besar (paus). Nabi Yunus A.S diutus kepada penduduk negeri yang dikenal dengan NINAWA di IRAQ. Dia menyeru mereka pada tauhid, tetapi mereka langsung menolaknya mentah-mentah. Tidak ada seorangpun di antara mereka yang menyambut dan menerima dakwah Nabi Yunus. Nabi Yunus terlalu cepat kehilangan kesabarannya. Dengan marah dia pergi meninggalkan kaumnya sebelum diizinkan Allah. Dia mengira bumi Allah luas dan Allah tidak akan membatasi jangkauan dakwahnya. Dia berupaya mendatangi kaum yang lain dengan harapan kelak ada orang mukmin dan sholeh yang mau menerima dakwahnya Dia menuju pantai, melihat kapal yang sarat penumpang lalu menyelinap naik. Di tengah laut kapal yang penuh muatan hampir tenggelam. Harus ada penumpang yang dibuang ke laut untuk menyelamatkan kapal dari bahaya karam. Mereka semua diundi dan undian jatuh kepada Yunus. Yunus dibuang ke laut, ditelan ikan besar (paus). Yunus tinggal dalam perut paus beberapa hari lamanya dan yang mengetahui nasibnya hanyalah Allah SWT. Dalam kegelapan berlapis tiga, kegelapan kedalaman laut, kegelapan perut ikan dan kegelapan malam hari Yunus berdo’a kepada Allah :
“Tidak ada illah selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim” (QS Al Anbiyaa : 87)

Allah SWT mengabulkan do’a Yunus. Ia dimuntahkan oleh paus ke pantai dalam keadaan sakit dan ia menyalahkan dirinya sendiri. Allah menumbuhkan tanaman Yaqthin yaitu pohon rambat berdaun lebar-lebar (semacam labu) untuk melindungi tubuhnya dari terik matahari yang menyengat dengan keras. Kemudian Yunus diutus kembali kepada penduduk negeri itu yang berjumlah seratus ribu jiwa lebih dan serta merta beriman kepada Allah. Dan Allah menganugerahkan kemakmuran dan kesenangan bagi mereka. Kisah ini menjadi peringatan bagi Rasulullah SAW agar bersabar terhadap sunnatullah.

C. Rasa sedih dan susah yang mendalam
Yang paling menyedihkan dan menyakitkan hati para mujahid dakwah yang mukhlis ialah penolakan dan pembangkangan kaumnya terhadap dakwahnya. Belum lagi tipu daya muslihat, fitnah, tindakan permusuhan mereka terhadap mereka. Dalam hal ini Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW :
”Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah, dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan” (QS An Nahl : 127).

Begitu mendalamnya kesedihan, kesusahan dan sakit hati Rasulullah SAW sehingga Al-Qur’an mengingatkan beliau dengan nada tegas dan keras.
”Maka boleh jadi kamu hendak meninggalkan sebahagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan sempit dadamu karenanya. Karena khawatir bahwa mereka akan mengatakan : “Mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan (kekayaan) atau datang bersama-sama dengan dia seorang malaikat?” Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan, dan Allah pemelihara segala sesuatu”. (QS Huud : 12).

”Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman” (QS Asy Syu’araa: 3).

Firman Allah:
”Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur’an)” (QS Al Kahfi : 6).

”Janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat ."(QS Faathir : 8).

"Dan jikalau Rabbmu menghendaki tentulah orang-orang yang dimuka bumi seluruhnya beriman. Apakah kamu hendak memaksa manusia supaya menjadi orang-orang yang beriman semuanya”. (QS Yunus : 99).

Iman dan kufur, hidayah dan kesesatan merupakan suatu kenyataan yang berlaku di seluruh alam semesta dan termasuk takdir-Nya. Sunnatullah atau ketetapan hukum dan peraturan tidak dapat dihilangkan sama sekali bahkan dapat mengalahkan manusia.

D. Putus Asa
Putus asa merupakan kendala paling besar terhadap kesabaran. Dengan datangnya putus asa hilanglah kesabaran. Karena yang mendorong seseorang mengatasi kesulitan dan kelelahan bercocok tanam, mengairi dan memeliharanya ialah harapan memetik buahnya. Kalau hatinya dihinggapi keputus-asaan, maka hilanglah kesabarannya untuk melanjutkan pekerjaannya di lahan tanamannya Demikian juga halnya pekerja di bidangnya masing-masing dan para mujahid dakwah dengan risalah di dakwahnya. Firman Allah :
”Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang yang breiman. Jika kamu (pada perang Uhud) menderita luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) menderita luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia agar mereka mendapat pelajaran), dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu di jadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (QS Ali Imran : 139-140).
”Dan janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah (pun) beserta kamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi (pahala) amal-amalmu.” (QS Muhammad : 35).
---------
AL-QURAN MENYURUH KITA SABAR, Dr. Yusuf Qordhowi, Penerbit Gema Insani Press Jakarta,Cetakan kedua Nopember 1989, halaman 103 - 107

Tidak ada komentar:

Posting Komentar