Rabu, 19 Oktober 2011

Larangan Bertanya tentang Hal yang Menyebabkan Kemudharatan

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَسْـَٔلُوا۟ عَنْ أَشْيَآءَ إِن تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِن تَسْـَٔلُوا۟ عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْءَانُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّـهُ عَنْهَا ۗ وَاللَّـهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jangannh kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakannya di waktu Al Quraan itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah mema’aflan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. 5 : 101).

قَدْ سَأَلَهَا قَوْمٌ مِّن قَبْلِكُمْ ثُمَّ أَصْبَحُوا۟ بِهَا كٰفِرِينَ
Sesungguhnya telah ada segolongan manusia sebelum kamu menanyakan hal- hal yang serupa itu (kepada Nabi mereka), kemudian mereka tidak percaya kepadanya. (QS. 5 : 102).

مَا جَعَلَ اللَّـهُ مِنۢ بَحِيرَةٍ وَلَا سَآئِبَةٍ وَلَا وَصِيلَةٍ وَلَا حَامٍ ۙ وَلٰكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا۟ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّـهِ الْكَذِبَ ۖ وَأَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
Allah sekali-kali tidak pernah mensyari’atkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah, dan haam. Akan tetapi orang orang kafir membuat buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti. (QS. 5 : 103).

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ مَآ أَنزَلَ اللَّـهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا۟ حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۚ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْـًٔا وَلَا يَهْتَدُونَ
Apabila dikatakan kepada mereka : “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk? (QS. 5 : 104).

Keterangan :
Bahiirah : ialah unta betina yang telah beranak lima kali dan anak yang kelima itu jantan, lalu unta betina itu dibelah telinganya, dilepaskan, tidak boleh ditunggangi lagi dan tidak boleh diambil air susunya.
Saaibah : ialah unta yang dibiarkan pergi ke mana saja lantaran sesuatu nazar, Seperti, jika seorang Arab Jahiliyah akan melakukan sesuatu atau perjalanan yang berat, maka ia biasa bernazar akan menjadikan untanya saaibah bila maksud atau perjalanannya berhasil dan selamat.
Washillah : seekor domba betina melahirkan anak kembar yang terdiri dari jantan dan betina, maka yang jantan ini disebut washiilah, tidak disembelih dan diserahkan kepada berhala.
Haam : unta jantan yang tidak boleh digangga gugat lagi, karena telah dapat membuntingkan unta betina sepulah kali. Perlakuan terhadap Bahirah, saaibah, washiilah dan haam ini adalah kepercayaan Arab Jahiliyah.

Latar Belakang Turunnya Ayat QS. 5 : 101
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Rasulullah saw. berkhutbah, ada seorang yang bertanya : “Siapa bàpak saya?” Nabi menjawab : “Fulan”. Maka turunlah ayat ini (QS. 5 : 101) sebagai teguran bagi orang-orang yang suka bertanya tentang hal yang bukan-bukan. Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Anas bin Malik.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw. dengan maksud memperolok-olokannya, ada yang bertanya: “Siapa bapak saya ?“, dan ada pula yang bertanya: “Di mana ontaku yang hilang?“ Maka Allah menurunkan ayat ini (QS. 5: 101) yang melarang orang-orang Mu’min bertanya hal yang bukan-bukan. Diriwayatkan juga oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ketika turun ayat “wa lillahi ‘alannasi hijjul baiti’ (QS. 3 : 97) orang-orang bertanya:. “Apakah tiap tahun ya Rasulallah?“. Rasulallah terdiam. Mereka bertanya lagi: “Apakah tiap tahunya Rasulallah?” Rasul menjawab : “Tidak, karena apabila kukatakan “Ya” tentu akan menjadi wajib (tiap tahun)”. Maka Allah menurunkan ayat ini (QS. 5 : 101) yang melarang Kaum Mu’minin terlalu banyak bertanya kepada Rasul. Diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi dan al-Hakim yang bersumber dari Ali. Diriwayatkan oleh ‘Ibnu Jarir seperti itu yang bersumber dari Abi Hurairah, Abu Umamah dan Ibnu Abbas.
-----------------
Bibliography :    
Al Qur'aan dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Depag, Pelita II/ 1978/ 1979, halaman 179 - 180.
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 197 - 198.
Tulisan Arab Al-Qur'an

Tidak ada komentar:

Posting Komentar