Rabu, 28 September 2011

BANGSA YANG TIDAK MALU BERSIKAP SOK TAHU

Allah berfirman “ (Al-Baqarah : 139-140)
“Katakanlah, “Apakah kamu mendebat kami tentang Allah, padahal Dia-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Dan bagi kami amal usaha kami dan bagi kamu amal usaha kamu. Dan hanya kepada-Nyalah kami mengikhlaskan diri.” (QS 2 : 139)
Atau kamu mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya‘qub dan anak keturunannya adalah orang-orang Yahudi atau Nasrani? Katakanlah, “Apakah kamu yang lebih tahu ataukah Allah? Dan siapakah yang lebih dzalim dari orang-orang yang menyembunyikan kesaksian dari Allah yang ada padanya? Dan Allah sedikit pun tidak lalai terhadap yang kamu perbuat.”(QS 2 : 140)

Diriwayatkan, bahwa sebab turun ayat ini ialah karena kaum Yahudi dan Nasrani berkata, ”Seluruh manusia wajib mengikuti agama kami. Karena para Nabi dulu dari bangsa kami dan syariat pun turun kepada kami. Belum pernah dikenal Nabi-Nabi dari agama pada Bangsa Arab.” Lalu Allah membantah mereka ini dengan keterangan sebagai berikut:
Apakah kamu mendakwakan bahwa agama yang benar adalah agama Yahudi dan Nasrani? Dan kamu berkata pula, “Tidak akan dapat masuk syurga selain orang yang beragama Yahudi dan Nasrani.” Dan di waktu lain kamu berkata, “jadilah orang Yahudi atau Nasrani supaya kamu memperoleh petunjuk.” Dan manakah datangnya kedekatan Allah kepada kamu yang mengecualikan kami itu? Padahal Allah itu Tuhan kami dan Tuhan kamu dan Tuhan seru sekalian alam.
Dialah Pencipta dan kamu ini semua adalah ciptaan-Nya. Manusia hanya jadi lebih dari sesamanya karena amal usahanya. Hasil perbuatannya kembali kepadanya, yang baik maupun yang buruk. Dan demikian pula perbuatanmu kembali kepada dirimu sendiri. Kami mengikhlaskan amal kami kepada-Nya dan kami tiada mencari selain keridhaan-Nya. Sedangkan kamu menggantungkan harapan kepada leluhur-leluhur yang shaleh dan kamu menyangka mereka nanti bisa menjadi pembelamu di sisi Tuhanmu, padahal perbuatan-perbuatanmu menyeleweng dari jalan hidup mereka. Sebab mereka dulu bertaqarrub hanya dengan amal shaleh dan iman yang benar.
Karena itu jadikanlah mereka itu sebagai petunjuk jalan bagimu dan ikutilah jejak langkah mereka, niscaya kamu dapat memperoleh kemenangan dan kebahagiaan.
Selanjutnya Allah bertanya kepada mereka, “Apakah kamu mengaku menjadi orang istimewa yang dekat kepada Allah lebih dari kami, kaum muslimin, itu suatu pengakuan yang berdasar firman Allah, Tuhan kami dan Tuhan kamu, ataukah kamu mengaku mendapat keistimewaan itu semata-mata karena menjadi orang Yahudi atau Nasrani, dan Nabi-Nabi dahulu juga beragama Yahudi dan Nasrani?” Kalau pengakuan itu semata-mata berdasarkan kamu sebagai orang Yahudi dan Nasrani, maka pengakuanmu itu penuh dusta. Sebab nama Yahudi timbul sesudah meninggalnya Nabi Musa. Jadi apa dasarnya kamu beranggapan bahwa para Nabi Bani Israil sampai kepada Nabi Ibrahim adalah beragama Yahudi dan Nasrani, padahal menurut logika dan sejarah pengakuan itu bohong belaka.?
Oleh sebab Allah berfirman kepada mereka, “Apakah kamu yang lebih tahu tentang agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim dan para Nabi Bani Israil ataukah Allah?” Dengan demikian terbukti bahwa Bangsa Yahudi tidak malu bersikap sok tahu tentang sejarah Nabi Ibrahim dan pada Nabi Bani Israil, dimana Nabi-Nabi tersebut mendapatkan kitab suci dari Allah yang isinya bertentangan jauh dengan praktek kehidupan kaum Yahudi.
Fakta sejarah yang membuktikan kebodohan Bangsa Yahudi terhadap sejarah para Nabi Bani Israil, terutama Nabi Ibrahim sebagai nenek moyang mereka, tetapi Bangsa Yahudi tetap bersikeras bahwa Nabi Ibrahim dan para Nabi Bani Israil sebagai pengikut agama Yahudi, jelas membuktikan bahwa bangsa Yahudi tidak malu memalsukan sejarah dan tidak punya malu menjadi golongan manusia sok tahu. Maka mental sok tahu adalah menjadi bagian mental bangsa Yahudi. Karena itu apapun yang ditulis atau dikatakan oleh orang Yahudi janganlah kita mempercayai kebenarannya, sebelum kita dapat membuktikan sendiri.
--------
76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’an karya Syaikh Mustafa Al-Maraghi, penyusun Drs. M. Thalib, Penerbit CV. Pustaka Mantiq Solo, cetakan pertama April 1989, halaman 85 - 88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar