Kamis, 18 Agustus 2011

MELANGKAH PENUH KEYAKINAN

Keyakinan adalah modal untuk sukses. Keraguan, awal kegagalan.Sering ada orang aneh. Dalam teori mereka yakin, tapi prakteknya ragu. Pernyataan mereka mantap, tapi kenyataannya nol.
Di sinilah anehnya. Dikatakan yakin, tapi masih juga ragu. Dikatakan ragu tapi sering ngotot yakin. Keyakinannya tidak utuh, keraguannya tidak penuh. Keras usahanya untuk memperlihatkan keyakinannya pada beberapa hal, tetai tidak bisa menyembunyikan keraguannya pada hal-hal yang lain.
Inilah dilema, dikatakan ragu tidak mau, tapi dikatakan yakin belum juga ada jaminan. Orang yang seperti ini paling tepat dan lebih beralasan kalaü dikatagorikan sebagai orang yang masih ragu saja dari pada mencoba untuk meyakininya. Jauh lebih aman mencègah pengkhianatan dan infiltrasi deñgan meragukannya, sekaligus untuk menghindari peluang adanya ummat Islam yang menjadikan agamanya sebagai permainan dan senda gurau saja.
Padahal sesungguhnya, Syahadat -melihat prosesnya- adalah ledakan kesadaran yang mengobrak-abrik tatanan strukturjiwa seseorang, yang langsung mengubah cara berfikir dan pola memandangnya dalam menilai apa saja yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan.
Dengan ledakan tersebut pasti tumbuh kekuatan yang sangat segar dan maha dahsyat dalam dirinya yang tidak mungkin menawar segala risiko yang dituntut oleh hasil penemuannya. Kalau dalam masalah yang prinsip saja bisa berubah apalagi dalam masalah teknis, seperti soal kebiasaan keseharian.
Seorang yang telah bersyahadat sikapnya jelas. Mereka seperti prajurit yang berada di medan perang menghadapi lawan. Setiap perintah dan larangan yang datangnya dari komandan akan dilaksanakan tanpa menunggu waktu. Bila sang komandan memerintahkan maju, mereka maju Bila komandan memerintahkan tiarap, mereka juga tiarap. Begitulah model orang yang sudah meyakini kebenaran Islam. Tak sedikitpun ragu atau bimbing.
Biarpun perintah itu nampaknya bertentangan dengan jalan pikirannya, apalagi hanya berbeda dengan kebiasaannya, mereka tetap sabar melaksanakannya. Mereka yakin di balik semua itu ada hikmahnya.
Bagi rereka tiada pilihan bila perintah Allah sudah datang. Bagi mereka tiada alternarif lain, kecüali mengikuti apa saja maunya Qur’an.
“Tidak ada pilihan lagi bagi seorang pria atau wanita yang beriman, kecuàli menerima apa yang telah diputuskan Allah dan rasul-Nya tentang perkara mereka. Siapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya dia nyata-nyata sesat.” (QS. Al-Ahzab : 36)
Sikap seperti inilah yang paling menonjol pada diri para sahabat Nabi. Ketika turun larangan bagi orang Islam untuk meminum khamr, seketika itu juga kota Madinah banjir khamr, karena seluruhnya menumpahkan pundi-pundi yang berisi khamr. Ketika turun perintah memakai jilbab bagi wanita muslimah, seketika itu para wanita muslimah menutup seluruh anggota tubuhnya. Tak peduli cantik atau tidak, yang penting dilaksanakan dulu. Mereka yang mendapat kain penutup segera menutupnya. Sedang mereka yang hanya mendapati pelepah daun kurma, maka itulah yang mereka pakai untuk menutup auratnya. Inilah generasi yang lahir dari syahadat yang benar. Mereka bisa berubah seketika manakala Allah menghendakinya. Jangankan perubahan yang sifatnya teknis seperti menutup aurat atau meninggalkan kebiasaan meminum khamr, sedang watak, karakter dan kepribadian mereka juga ikut berubah.
Inilah makna revolusi yang sesungguhnya. Tidak hanya berubah fisik saja, tapi seluruh komponen dan instrumen yang ada pada dirinya ikut juga berubah.
Lihatlah Umar bin Khaththab. Bandingkan sebelum dan sesudah keislamannya. Perubahan pada diri Umar adalah perubahan revolusioner, perubahan total dan menyeluruh. Itulah sebabnya Umar sendiri sering menangis bila mengenang masa lalunya. Kadang-kadang juga tertawa bila merenungkan perbuatannya semasa Jahiliyah.
-----
Suara Hidayatullah, Edisi 07/TH IV/Rabiul Akhir – Jumadil Awwal 1412/ Nopember 1991, halaman 26 - 27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar