Jumat, 10 Juni 2011

Pulau Penyengat, Mahar Untuk Engku Puteri

Perum Bintan Permata Indah Km 11 Tanjung Pinang
Perjalanan TravelNusa (Traveler Nusantara) ke Pulau Penyengat dimulai dari rumah my brother di BINTAN PERMATA INDAH batu 11 Tanjung Pinang atau juga dikenal dengan sebutan Pulau Bintan.
Pagi itu TravelNusa (Traveler Nusantara) berencana berangkat pagi jam 10.00 pagi, setelah pagi harinya menikmati makanan khas Tanjung Pinang, Lontong Sayur / Lontong Usus di Rumah Makan “Tek Kapau” Jl. Basuki Rahmat No 2 Tanjung Pinang untuk sarapan. Perjalanan TravelNusa (Traveler Nusantara) dimulai dari rumah ke pelabuhan Tanjung Pinang kurang lebih 30 menit. 
Suasana Kota Pelabuhan Tanjung Pinang
Suasana Kota pelabuhan Tanjung Pinang tidak beda jauh dengan kota-kota di Jawa yang memiliki Pelabuhan, padat bangunannya dan berhawa panas
Dengan menggunakan perahu Pompong TravelNusa (Traveler Nusantara) menuju Pulau Penyengat dari Pelabuhan Tanjung Pinang.  Jarak dari Tanjung Pinang ke Pulau Penyengat kurang lebih 6 kilometer. TravelNusa (Traveler Nusantara) sangat bersemangat datang ke "Pulau Kecil" dengan sejarah yang cukup besar, benar-benar pengalaman baru buat TravelNusa (Traveler Nusantara).

Ber-perahu Pompong menuju Pulau Penyengat
Dan pukul 11.00 siang lebih TravelNusa (Traveler Nusantara) sampai juga di pulau Penyengat,  tujuan pertama adalah Masjid Raya Sultan Riau Penyengat, untuk melaksanakan sholat Dzuhur. Bagi orang-orang Melayu, Masjid ini sangat terkenal dan banyak dikunjungi. Menurut sejarah Masjid ini dibangun dengan menggunakan campuran putih telur, kapur, pasir dan tanah liat.
Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat
Setelah makan siang, TravelNusa (Traveler Nusantara) menyewa Bemor (Becak Motor) untuk bekeliling Pulau dengan tarif Rp. 25.000,-, tarif ini juga resmi karena ada di papan jalan masuk ke Pulau, jadi tidak perlu tawar menawar. Jalan di sepanjang di Pulau Penyengat sangat kecil, lebarnya tidak lebih dari 3 meter, mirip gang.

Menurut wikipedia Pulau Penyengat atau Pulau Penyengat Inderasakti dalam sebutan sumber-sumber sejarah, adalah sebuah pulau kecil yang berjarak kurang lebih 6 km dari kota Tanjung Pinang, ibukota dari propinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berukuran kurang lebih hanya 2.500 x 750 m, dan berjarak lebih kurang 35 km dari pulau Batam. Pulau ini dapat dituju dengan menggunakan perahu bot atau lebih dikenal bot pompong. Dengan menggunakan bot pompong, waktu yang bisa ditempuh kurang lebih dalam waktu 15 menit. (Wikipedia)
Komplek Makam
Tempat yang berikut TravelNusa (Traveler Nusantara) kunjungi adalah makam dari Engku Puteri (Raja Hamidah), seorang bangsawan yang merupakan Permaisuri dari Sultan Mahmud Shah III. Konon ceritanya Pulau Penyengat adalah sebuah Mahar atau Mas Kawin dari Sultan Mahmud Shah III untuk Engku Puteri. Di komplek makam ini juga ada makam Raja Ali Haji, Pahlawan Nasional Bidang Bahasa Indonesia, Bapak bahasa Melayu – Indonesia dan Budayawan di gerbang abad XX. Salah satu karya sastranya adalah “Gurindam Dua Belas”. Makam ini biasanya sangat ramai dikunjungi untuk berziarah.

Balai Adat Pulau Penyengat
Kemudian TravelNusa (Traveler Nusantara) diantar ke sebuah bangunan Musholla yang dulu digunakan raja, tapi sekarang beralih fungsi menjadi makam raja beserta anak-cucunya dan beberapa pengawalnya. Berikutnya TravelNusa (Traveler Nusantara) diajak ke Balai Adat, bangunan ini masih terawat dengan baik, karena tempat ini masih difungsikan oleh warga untuk bermusyawarah dan kadang di sewakan untuk umum, seperti acara pertemuan, pernikahan dan lain-lain
Kemudian TravelNusa (Traveler Nusantara) ditunjukkan gudang mesiu, tempat menyimpan amunisi, karena Pulau Penyengat ini memiliki 7 buah meriam di atas bukit yang dikenal dengan nama Bukit Kursy, dari atas bukit ini mampu memantau musuh di lautan lepas sekeliling pulau. Akses menuju bukit hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki dan melewati beberapa makan raja.
7 Meriam diatas Bukit Kursy Pulau Penyengat
Setelah sholat Ashar TTravelNusa (Traveler Nusantara) bergegas pulang menuju Tanjung Pinang yang kemudian meneruskan perjalanan ke Batam.
Moga-moga cerita ini mampu memotifasi teman-teman untuk mencintai wisata sejarah negeri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar