Jumat, 17 Juni 2011

Kaffah

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ادْخُلُوا۟ فِى السِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
 Hai orang-orang yang beriman! masuklah kamu sekalian ke dalam keselamatan; dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan, karena sesungguhnya ia itu musuh yang nyata.(QS. 2 : 208).

Tafsir Ayat
Terdapat dua kata yang seyogyanya kita ketahui benar-benar apa maksudnya. Pertama kata as-Silmi. Kedua kaaffatan.
As-Silmi, menurut penafsiran dari al-Kisa'i pada asal laghotnya boleh dibaca dengan huruf sin yang difathahkan, jadi as-Salmi. Dan boleh dibaca as-Silmi, sebagai yang masyur yang kita baca. Arti kedua bacaan ini ialah satu saja yaitu Islam, yang berarti menyerah diri dengan tulus-ikhlas. Dan berarti juga al-Musalamah yang berarti suasana perdamaian di antara dua pihak yang selama ini belum damai. Maka jika menuruti tafsiran as-Syaukani berartilah orang yang beriman atau ahlul-kitab atau munafik yang selama ini seakan-akan masih menentang Tuhan, agar mereka rujuk kembali kepada Allah, berdamai terhadap Tuhan, supaya Tuhan pun memberi ampunan mereka.
Lalu kata kaaffatan yang berarti semuanya atau seluruhnya. Kalau kita tujukan dia sebagai orang-orang beriman, maka yang dimaksud dengan keseluruhan ialah seluruh kafir, musyrik, munafik dan orang-orang telah masuk Islam lebih dahulu, supaya mulai saat ini lebih baik mereka seluruhnya bersatu dalam Islam.
Tapi kalau kaaffatan kita jadikan hal dari as-Silmi atau Islam itu sendiri, berarti dia sebagai seruan kepada sekalian orang yang telah mengaku beriman kepada Allah, supaya kalau mereka Islam, janganlah masuk separuh-separuh, sebahagian-sebahagian tetapi masuklah keseluruhannya.
Kita akan dapat lebih paham penafsiran yang kedua ini, bahwa maksud ayat ialah kaaffatan menjadi as-Silmi itu sendiri. Apalagi jika kita kaitkan dengan ayat sebelumnya bahwa ada manusia yang telah menjual diri kepada Allah, karena mengharapkan keridhoan Allah, QS. 2 : 207. Kalau kita telah mengakui beriman dan telah menerima Islam sebagai agama, hendaklah seluruh isi al-Qur'an dan tuntunan Nabi ﷺ diakui dan diikuti, meskipun belum dikerjakan semuanya, sekali-kali jangan membantah!
Sekali-kali janganlah diakui ada peraturan lain yang lebih baik dari peraturan Islam. Hendaklah kita terus melatih diri agar sampai menutup mata  yang terakhir, meninggal dunia, hendaknya kita menjadi orang Islam yang seratus 100.
"... dan janganlah kamu meninggal, melainkan dalam keadaan Muslim sejati" (TQS. 3 : 102).

Latar Belakang Turunnya Ayat
Menurut suatu riwayat, ada sekelompok kaum yahudi mengadap kepada Rasulullah hendak beriman, dan meminta agar dibiarkan merayakan hari Sabtu, dan mengamalkan Kitab Taurat pada malam hari. Mereka menganggap bahwa hari Sabtu merupakan hari yang harus dimuliakan, dan Kitab Taurat adalah kitab Tang diturunkan oleh. Allah juga. Maka turunlah ayat tersebut di atas, untuk tidak mencampur-baurkan agama.
Adapun yang menghadap itu ialah : Abdullah bin Salam, Tsa’labah, Ibnu Yamin, Asad dan Usaid bin Ka’b, Sa’id bin ‘Amr, dan Qais bin Zaid. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yang bersumber dari 'Ikrimah.
-----------------
Bibliography :
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 69. 
Tafsir Qur'an Al-Furqan, A. Hassan, Penerbit Al Ikhwan Surabaya, cetakan kedua 1986.
Tafsir Al-Azhar Juzu' 2, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Penerbit PT. Pustaka Panjimas Jakarta, cetakan September 1987, halaman 156 - 157.
Tulisan Arab Al-Qur'an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar